Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketidakpastian Masih Tinggi, Bos BI Naikkan Proyeksi Ekonomi Global 2024 jadi 3,2%

Bank Indonesia (BI) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2024 menjadi 3,2%. Ini alasannya!
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Deputi Gubernur Doni Primanto Joewono memberikan pemaparan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (22/5/2024). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Mei 2024 memutuskan menahan suku bunga acuan BI rate di level 6,25%. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Deputi Gubernur Doni Primanto Joewono memberikan pemaparan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (22/5/2024). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Mei 2024 memutuskan menahan suku bunga acuan BI rate di level 6,25%. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menaikkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari yang sebelumnya 3% menjadi 3,2% pada tahun ini.

Dia menyampaikan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini diperkirakan lebih kuat, meski ketidakpastian pasar keuangan masih tetap tinggi.

“Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diperkirakan mencapai 3,2%, lebih tinggi dari perkiraan awal,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2024, Kamis (20/6/2024).

Perry menjelaskan proyeksi yang lebih tinggi tersebut terutama didukung oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi China dan India.

Menurutnya, perekonomian Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap kuat yang ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor. Di sisi lain, penurunan inflasi AS diperkirakan masih berjalan lambat.

Dengan kondisi ini, BI memperkirakan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) baru akan turun pada akhir 2024.

Sementara itu, The European Central Bank (ECB) telah menurunkan suku bunga moneternya lebih cepat, sejalan dengan tekanan inflasi yang lebih rendah.

Perry menilai divergensi kebijakan moneter negara maju ini, serta masih tingginya ketegangan politik, menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.

Berbagai perkembangan tersebut dan dengan tingginya tingkat imbal hasil US Treasury, imbuh Perry, telah menyebabkan penguatan dolar AS. Hal ini memicu pelemahan nilai tukar mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.

“Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini membutuhkan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut terhadap perekonomian di negara berkembang termasuk Indonesia,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper