Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tekstil Bantah Sri Mulyani soal Biang Kerok PHK Massal

APSyFI membantah pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal penyebab maraknya PHK massal di industri tekstil.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) membantah pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebut maraknya PHK Massal buruh tekstil disebabkan praktik dumping di luar negeri.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengatakan pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani tersebut merupakan upaya pengalihan isu untuk menutupi kegagalannya mengawasi kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 

"Kita bisa lihat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan," kata Redma dalam siaran pers, Kamis (20/6/2024).

Pihaknya justru menuding kinerja buruk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang menjadi penyebab utama badai PHK dan penutupan sejumlah perusahaan dalam 2 tahun terakhir. 

Dalam hal ini, Redma membeberkan dugaan impor ilegal yang tercerminkan dari selisih data pada trade map yang menunjukkan gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat dari tahun 2021 sebanyak US$2,7 miliar menjadi US$2,9 miliar pada 2022 dan diperkirakan mencapai US$4 miliar pada 2023.

Di sisi lain, Redma menyayangkan sikap pemerintah melalui Bea Cukai bersama para relasi mafia impornya yang membuat penumpukan kontainer di pelabuhan hingga memaksa pemerintah melakukan relaksasi impor melalui Permendag 8/2024.

"Di sini malah terkesan Bu Sri membela Bea Cukai dan menyalahkan Kementerian lain yang mengeluarkan aturan pengendalian impor, padahal ini adalah perintah Presiden tanggal 6 Oktober 2023," ujarnya.

Menurut dia, mafia impor yang melibatkan para oknum di bea Cukai ini sudah merambah berbagai level, mulai dari pejabat di pusat yang bertugas mengamankan dari sisi kebijakan hingga pejabat daerah dan para petugas dilapangan sebagai eksekutornya. 

"Makanya segala upaya usulan perbaikan sistem ditolak mentah-mentah. Sistem pemeriksaan Bea Cukai kita ketinggalan jauh dibanding Thailand, Malaysia dan Singapura yang menerapkan sistim IT, AI Scanner," imbuhnya. 

Lebih lanjut, di satu sisi Redma mengakui dan sepakat atas pernyataan Sri Mulyani terkait praktik dumping yang dilakukan oleh China karena kondisi di sana oversupply yang sangat besar. 

Namun, di sisi lain, dia merasa keanehan ketika ada praktik dumping, tetapi perpanjangan safeguard tekstil yang sudah direkomendasi Menteri Perdagangan malah mandek di meja Sri Mulyani lebih dari satu tahun.

“Tapi kita tunggu apa yang akan dilakukan Bu Sri dalam menghadapi badai PHK di sektor ini, karena dalam 2 tahun terakhir sudah 3 surat dilayangkan API dan APSyFI untuk bertemu Menkeu dan Dirjen Bea Cukai, sama sekali tidak ada respons," pungkasnya. 

Untuk diketahui, Menkeu Sri Mulyani mengatakan terdapat 2 penyebab terjadinya PHK massal industri tekstil yakni lantaran persaingan bisnis tekstil di global yang semakin ketat karena kelebihan pasokan sehingga memicu praktik dumping. 

"Karena di dunia terjadi excess [kelebihan] kapasitas, sehingga terjadi banyak sekali dumping. Jadi kita harus hati-hati untuk melindungi ekonomi kita di dalam negeri," kata Sri Mulyani ketika rapat kerja dengan DPD RI, beberapa waktu lalu. 

Penyebab kedua adalah kondisi geopolitik yang terfragmentasi sehingga membuat restriksi perdagangan atau pembatasan barang dari negara mitra dagang. Alhasil, barang yang diimpor semakin meningkat pada 2019-2023.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper