Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bukti dari adanya pergesaran pasar ekspor Indonesia. Hal tersebut tercermin dari ekspor Indonesia ke China yang anjlok hingga 11,95% sepanjang Januari hingga Mei 2024 (year-to-date/ytd).
Sejalan dengan penurunan tersebut, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) justru menunjukkan akselerasi atau naik hingga 8,15% (ytd).
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mejelaskan bahwa baik secara nilai maupun volume ekspor Indonesia ke China memang mencatatkan adanya penurunan.
“Kalau kita lihat memang nilai ekspor Indonesia ke China pada Januari-Mei 2024 turun 11,75% dibandingkan Januari-Mei 2023, komoditas yang utamanya diekspor [ke China] besi baja HS 72 dan bahan bakar mineral HS 27,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (19/6/2024).
Padahal, ekspor komoditas besi dan baja secara umum pada Mei 2024 tengah naik sebesar 1,22% (mtm) dan 8,3% (yoy).
Bukan hanya secara tahun berjalan atau ytd, ekspor Indonesia ke China pada Mei 2024 senilai US$4,73 miliar, lebih rendah dari bulan yang sama tahun lalu di angka US$4,78 miliar atau turun sebesar 0,95% (yoy).
Baca Juga
Utamanya, penurunan tertekan karena terkontraksinya nilai tiga komoditas utama ekspor ke China. Pertama, besi dan baja yang anjlok 5,02% (ytd). Kemudian bahan bakar mineral dengan kode HS 27 yang anjlok hingga 27,78% (ytd) serta ekspor lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) yang terkontraksi sebesar 21,72% (ytd).
Dari sisi volume ekspor nonmigas ke China, BPS juga tercatat adanya kontraksi yang mencapai 6,29% (ytd).
Di sisi lain, ekspor Indonesia ke AS justru mencatat peningkatan secara nilai sebesar 8,15% (ytd) dan secara volume mencapai 29,74%.
Utamanya, berasal dari komoditas mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) yang volumenya melonjak 119,42% (ytd) serta pakaian dan aksesorisnya/rajutan (HS 61) 11,22%. Secara nilainya, komoditas tersebut masing-masing mengalami kenaikan sebesar 4,65% dan 3,45%.
Meski demikian, nilai perdagangan Indonesia ke China masih lebih besar ketimbang AS di masa pergeseran ini.
Sepanjang tahun ini hingga Mei, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai US$22,37 milliar sementara menuju AS hanya US$10,22 miliar.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyayangkan dari pergesaran pasar yang terjadi ini, Indonesia belum mendapatkan keuntungan.
Pasalnya, Indonesia belum memiliki perjanjian Free Trade Agreement (FTA). Di mana FTA akan mengurangi komponen biaya ekspor yaitu pungutan impor di negara tujuan ekspor yang merupakan negara mitra FTA.
“Hanya memang karena belum punya FTA, jadi yang diuntungkan masih Vietnam, Thailand, dan negara lain di Asean. Jadi kita sedang mempersiapkan perdagangan dengan AS,” ujarnya, Jumat (14/6/2024).