Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal terus memantau langkah-langkah bisnis hingga pelayanan TikTok usai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 450 karyawan Shop Tokopedia.
"Tetap kita pantau terus," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim di Kantor Kemendag, Rabu (19/6/2024).
Isy menekankan bahwa keputusan PHK karyawan tetap menjadi hak TikTok maupun Tokopedia dalam menjalankan bisnisnya. Adapun, kata Isy, PHK karyawan Shop Tokopedia dilakukan terhadap posisi yang memiliki fungsi ganda atau redundan usai kedua platform itu bergabung pada akhir 2023.
"Lebih ke efisiens fungsi redundan, layanan [Shop Tokopedia] masih dipantau terus," jelasnya.
Diberitakan Bisnis sebelumnya, Selasa (17/6/2024), Momentum Works, sebuah perusahaan riset yang berbasis di Singapura, tengah menyoroti motif di balik TikTok melakukan PHK kepada 450 karyawan TikTok Shop atau Shop Tokopedia di Indonesia usai Pemilihan Presiden (Pilpres).
Diketahui, Pemilihan Presiden Indonesia digelar pada 14 Februari 2024. Empat bulan setelah Pilpres, TikTok Tokopedia memutuskan untuk melakukan reorganisasi.
Baca Juga
Pada Jumat 14 Juni 2024, TikTok telah mengumumkan PHK terhadap entitas gabungan TikTok Shop dan Tokopedia di Indonesia. Laporan Bloomberg menyebutkan bahwa PHK tersebut dilakukan terhadap 450 orang atau sekitar 9% dari total karyawan TikTok dan Tokopedia.
CEO & Founder Momentum Works, Jianggan Li, mengatakan, analisis mereka pada Desember 2023 yang berjudul "Pemenang & Pecundang di Balik Kesepakatan TikTok-GOTO" menempatkan karyawan Tokopedia ke dalam kategori "tidak begitu jelas".
"Kami mengajukan pertanyaan bagaimana kinerja mereka, terutama para manajer, jika digabungkan dan disatukan?," tulis Li dalam laporannya, dikutip Selasa (18/6/2024).
Li pun menyoroti momentum yang dipilih TikTok melakukan PHK karyawan Shop Tokopedia usai Pilpres dan sebelum pelantikan kabinet baru pada Oktober 2024 mendatang.
Menurutnya, ByteDance sebagai induk TiktTok dikenal sebagai perusahaan teknologi berbasis data yang dapat merekayasa faktor produksi, termasuk karyawan dan sistem mereka untuk memaksimalkan efisiensi bisnisnya.
"Restrukturisasi seperti ini biasa terjadi pada bisnis mereka di Tiongkok, dan apakah hal ini dapat diadaptasi secara efektif ke dalam lingkungan kerja di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dicermati," tutur Li.