Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa tingkat depresiasi rupiah masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya.
“Bandingkan dengan peso Filipina, bandingkan dengan bahkan baht Thailand, bandingkan dengan yen Jepang. Depresiasi rupiah termasuk yang rendah dan stabil,” katanya usai Rakornas Pengendalian Inflasi, Minggu (16/6/2024).
Perry menegaskan, untuk mengupayakan stabilisasi nilai tukar rupiah, BI akan terus melakukan intervensi, termasuk menarik aliran portofolio asing ke dalam negeri.
Bisnis mencatat, nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat ditutup pada level Rp16.412 per dolar Amerika Serikat (AS), turun 0,87% atau 142 poin.
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini sejalan dengan depresiasi mata uang kawasan Asia lainnya, seperti yen Jepang yang melemah 0,36%, won Korea turun 0,39%, peso Filipina turun 0,08%, juga ringgit Malaysia yang melemah 0,14% dan baht Thailand 0,07%.
Adapun, BI mencatat, terjadi aliran modal keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp0,75 triliun pada periode 10-13 Juni 2024.
Baca Juga
Pada periode yang sama, tercatat aliran masuk modal asing Rp0,76 triliun di pasar saham dan Rp8,90 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang 2024 atau hingga 13 Juni 2024, aliran modal keluar dari pasar SBN telah mencapai Rp35,09 triliun dan dari pasar saham sebesar Rp10,40 triliun.
Sementara pada periode yang sama, BI mencatat aliran masuk modal asing ke SRBI telah mencapai Rp108,90 triliun.
Dalam hal ini, BI menyatakan penguatan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait akan terus diperkuat, termasuk strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan jika tren pelemahan rupiah masih berlanjut, maka tingkat suku bunga acuan BI berpotensi kembali dinaikkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni ini sebesar 25 basis poin.
“Apabila kondisi tidak memungkinkan, BI diperkirakan akan menaikkan subung jadi 6,75%,” katanya.
Ibrahim menjelaskan, salah satu pemicu melemahnya mata uang dunia terhadap dolar AS yaitu masih berlanjutnya perang dagang antara Uni Eropa dan AS dengan China, yang semakin menimbulkan ketidakpastian global.
“Harus diingat salah satu yang berdampak negatif pada mata uang dunia adalah Amerika dan China, sehingga terjadinya perang dagang membuat nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang signifikan,” jelasnya.