Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembahasan RUU EBET Dilanjut Akhir Juni 2024, Masih Ada 2 Isu Tersisa

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan melanjutkan pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) pada akhir Juni 2024.
Foto udara proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman
Foto udara proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mengejar penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, pihaknya saat ini sedang fokus menyelesaikan pembahasan anggaran untuk tahun 2025. Untuk pembahasan RUU EBET, kata Eddy, akan dilanjutkan pada akhir Juni 2024.

"Kita di penghujung bulan ini alokasikan waktu untuk pembahasan RUU EBET. Tinggal dua isu lagi yang masih tersisa," kata Eddy saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan, Kamis (13/6/2024).

Eddy menjabarkan, dua isu yang masih dibahas adalah permasalahan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan power wheeling.

Power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.

"TKDN itu pun sudah hampir selesai dan power wheeling. Kalau itu sudah selesai, saya kira kita bisa langsung bawa ke paripurna," ujarnya.

Eddy menuturkan, masuknya skema power wheeling dalam RUU EBET bertujuan untuk mengakselerasikan perkembangan dan pertumbuhan energi terbarukan

"Tapi bisa kita batasi misalnya di daerah-daerah yang jaringan PLN belum maksimal, atau terbatas untuk kegiatan energi terbarukan saja. Di luar itu mungkin tidak bisa power wheeling," ucap Eddy.

Adapun, pemerintah kembali mengusulkan masuknya skema bisnis pemanfaatan bersama jaringan listrik atau power wheeling ke dalam RUU EBET.

Ketentuan power wheeling akan diatur dalam Pasal 29A RUU EBET. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memaparkan bahwa secara umum, rumusan ketentuan kerja sama jaringan (open access) mengatur mengenai keharusan pemegang wilayah usaha (wilus) untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik yang bersumber dari energi baru dan energi terbarukan (EBET).

Mekanisme jika pemegang wilus tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen dapat diberikan pasokan listrik melalui point-to-point, kerja sama pemanfaatan (sewa) aset pembangkit atau perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan pemegang wilus lain.

"Mekanisme tersebut dilakukan melalui usaha transmisi dan/atau distribusi atau power wheeling," ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (20/11/2023).

Untuk pelaksanaan power wheeling, kata Arifin, wajib dibuka akses (open access) penyaluran listrik dari sumber EBET dengan mengenakan biaya yang diatur oleh pemerintah.

"Dengan syarat tetap menjaga dan memperhatikan keandalan sistem, kualitas pelayanan pelanggan, dan keekonomian pemegang dari izin wilayah usaha transmisi dan distribusi tenaga listrik," ucap Arifin.

Sebelumnya, skema power wheeling sempat ditarik dari usulan RUU EBET lantaran mendapat evaluasi dari Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan menganggap skema bisnis itu dapat merugikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper