Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Negara Agraris & Maritim tapi Investasi Sektor Pangan dan Perikanan Melempem

Realisasi investasi sektor-sektor primer seperti produksi pangan dan perikanan, di Indonesia masih tergolong kecil.
Petani beraktivitas di lahan persawahan di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Petani beraktivitas di lahan persawahan di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi investasi di Tanah Air pada kuartal I/2024 terbilang apik, yakni mencapai Rp401,5 triliun dan tumbuh 22,1% secara tahunan. Namun, secara sektoral, realisasi buat sektor-sektor primer seperti produksi pangan dan perikanan cenderung masih loyo.

Berdasarkan data National Single Window for Investment (NSWI) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sepanjang kuartal I/2024 untuk sektor pertanian dan perikanan tak jauh berubah ketimbang periode sebelumnya.

Sektor perikanan tampak paling memprihatinkan, sebab menempati urutan terbawah buat penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Mencerminkan belum menjadi sektor prioritas untuk dioptimalkan.

Tepatnya, dari sisi PMA, sektor perikanan pada kuartal I/2024 masih cenderung mini dengan menyerap US$49,42 juta dari 253 proyek, walaupun naik dari sebelumnya US$12,44 juta dari 192 proyek pada kuartal I/2023. 

Adapun, untuk PMDN, nilai investasi sektor perikanan Rp496,24 miliar dari 2.453 proyek. Nilainya turun ketimbang kuartal I/2023 walaupun jumlah proyeknya naik, tepatnya Rp620,72 miliar dari 1.186 proyek.

Sementara itu, sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan pada kuartal I/2024 menyerap PMA US$306,15 juta dari 1.107 proyek, naik dari kuartal I/2023 sebesar US$435,17 juta dari 799 proyek. 

Untuk PMDN, sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan pada kuartal I/2024 menyerap Rp11,05 triliun dari 3.492 proyek, juga naik dari capaian kuartal I/2023 senilai Rp10,68 triliun dari 2.552 proyek.

Realisasi buat kedua sektor tersebut sangat mini ketimbang sektor-sektor seksi penyerap PMA dan PMDN terbesar pada kuartal I/2024. Contoh, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menyerap PMA senilai US$2,75 miliar dari 1.003 proyek; disusul sektor pertambangan dengan US$1,4 miliar dari 772 proyek; dan transportasi, gudang, dan telekomunikasi senilai US$1,18 miliar dari 2.501 proyek.

Adapun, sektor paling signifikan dalam realisasi PMDN adalah transportasi, gudang, dan telekomunikasi senilai Rp30,21 triliun dari 11.706 proyek; disusul pertambangan dengan Rp21,22 triliun dari 4.660 proyek; dan industri makanan senilai Rp18,83 triliun dari 5.549 proyek. 

Pengajar Ekonomi Politik Internasional Universitas Bakrie Indonesia sekaligus Research Associate Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Asmiati Malik melihat bahwa investasi di Tanah Air masih sangat terkonsentrasi pada sektor-sektor yang justru tidak punya direct impact terhadap kebutuhan primer masyarakat

Kendati demikian, konsentrasi di sektor-sektor seperti pertambangan dan telekomunikasi memang tetap harus diapresiasi karena turut membawa efek positif, yaitu menciptakan lonjakan pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah luar Pulau Jawa.

"Tapi investasi terkait produksi pangan tetap perlu diperbesar karena menopang sektor-sektor terkait kebutuhan dasar. Kalau lebih condong pada sektor sekunder dan tersier, maka dampak terhadap kenaikan living cost akan jauh lebih besar kalau terjadi gejolak, terutama pada kelas menengah ke bawah," jelasnya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (25/5/2024).

Sebagai contoh, masyarakat Indonesia sebagai warga negara maritim sepatutnya prihatin dengan realisasi investasi sektor perikanan sepanjang 2023, di mana menempati posisi paling buncit untuk PMA, dan peringkat ke-2 paling bawah untuk PMDN. Tepatnya, perikanan hanya menyerap PMA US$25,73 juta dari 357 proyek dan PMDN Rp2,5 triliun dari 3.990 proyek sepanjang tahun lalu.

"Apakah pemerintah memberikan perhatian? Pasti ada, tapi tidak jadi fokus. Terlihat dari beberapa kementerian yang terkait dengan sektor ini punya pos promosi investasi tersendiri yang terpecah-pecah. Bisa belajar dari Thailand, di mana investasi yang terkait dengan program pangan itu terintegrasi dan anggarannya besar. Jadi pantas kalau produk makanan mereka pun bisa mendunia," tambahnya.

Adapun, Thailand saat ini menjadi pemain ekspor hasil perikanan utama buat dunia, misalnya buat produk tuna dan udang kalengan. Bahkan, camilan olahan rumput laut asal Thailand pun sangat populer di Indonesia, padahal negara ini notabene juga penghasil rumput laut.

Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Riza Annisa Pujarama pun sepakat bahwa Indonesia masih perlu menggenjot investasi di sektor primer demi mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor yang mampu menyerap tenaga kerja secara masif dalam rangka mengerek daya beli masyarakat. 

"Terutama sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan, memang perlu mendapat perhatian lebih, karena kalau dari sisi investasi mungkin terlihat kurang menarik bagi investor, maka yang harus turun adalah pemerintah," jelasnya kepada Bisnis.

Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,55 juta orang sepanjang Februari 2023-Februari 2024, membawa penduduk bekerja Indonesia mencapai 142,18 juta orang. Sektor pertanian pun masih menjadi kontributor utama penyerap tenaga kerja, dengan porsi 28,64% dari total penduduk bekerja per Februari 2024.

Sektor dengan porsi terbesar lain di atas 5%, berturut-turut adalah perdagangan dengan 19,05%, industri pengolahan 13,28%, akomodasi & makan-minum 7,81%, konstruksi 6,08%, dan pendidikan 5,11%.

Namun, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian dan industri pengolahan hanya mampu tumbuh tipis masing-masing 0,03% dan 0,05%. Sektor penyerap tenaga kerja tertinggi selama setahun belakangan, justru diambil akomodasi & makan-minum dengan pertumbuhan 0,96%, disusul perdagangan 0,85%, administrasi pemerintahan 0,76%, dan pendidikan 0,52%.

"Walaupun keduanya bertumbuh, tapi sangat terbatas, terlihat dari tambahan penyerapan tambahan tenaga kerja itu sangat kecil. Padahal dua sektor ini banyak menyerap tenaga kerja," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper