Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Khudori

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP)

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Kejar Swasembada Gabah, Lupa Mengurus Beras

Dari sisi ekonomi, usaha tani padi masih menjanjikan. Selain menguntungkan, usaha tani padi juga berdaya saing kuat.
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Dari sisi ekonomi, usaha tani padi masih menjanjikan. Selain menguntungkan (BPS, 2018), usaha tani padi juga berdaya saing kuat (Agustian, 2014). Masalah terjadi setelah padi atau gabah berubah jadi beras.

Berbagai kajian menunjukkan, daya saing beras terus menurun yang menandai beras Indonesia tak punya daya saing di pasar dunia (Azahari dan Hadiutomo, 2013; Syahyuti, 2020). Ini terjadi karena selama puluhan tahun pemerintah lebih fokus swasembada gabah, tapi melupakan beras. Berbagai kebijakan di on farm (subsidi pupuk, benih, bantuan alat dan mesin pertanian, dan lain-lain) dibuat untuk mengejar swasembada gabah. Seolah-olah produksi gabah segala-galanya.

Industri padi/gabah dan industri beras sejatinya saling terkait erat dan saling memperkuat. Jika salah satu di antaranya melemah, kurang atau tak diurus, keduanya akan melemah atau tak terurus.

Harga beras, kualitas beras dan produktivitas beras tidak hanya ditentukan tingkat produktivitas (gabah kering giling/ha) dan efisiensi pada tingkat usaha tani, tapi juga ditentukan oleh efisiensi pada tahap proses pengeringan gabah dan penggilingan padi.

Dua tahapan pascapanen ini amat menentukan kualitas dan produktivitas beras, serta efisiensi yang dicerminkan pada harga beras. Dua tahapan pascapanen ini amat terkait erat dengan kinerja dan kondisi industri penggilingan padi.

Sialnya, di dua tahapan pascapanen itu kita amat lemah. Ini terkait dominasi penggilingan padi kecil dan sederhana. Merujuk data BPS (2020), jumlah penggilingan padi mencapai 169.789 unit, turun 12.000 unit dari tahun 2012 (182.199 unit). Dari 169.000 unit, 95% tergolong penggilingan kecil, disusul penggilingan menengah 44,32% dan besar 0,62%. Penggilingan padi kecil tak mampu menghasilkan beras kualitas baik berbiaya rendah, kehilangan hasil tinggi, banyak butir patah, rendemen rendah, dan tak mampu menghasilkan beras dengan higienitas tinggi (Sawit, 2014; Patiwiri, 2006).

Sebaliknya, penggilingan padi besar, apalagi penggilingan padi terintegrasi, bisa menghasilkan beras berkualitas bagus, biaya rendah, kehilangan hasil rendah, butir patah sedikit, dan rendemen tinggi.

Dominasi penggilingan padi kecil adalah hasil kebijakan era 1970-an, ketika konsumen masih memperlakukan beras sebagai komoditas homogen. Berbagai atribut kualitas pada beras, seperti butir patah, rasa, dan kepulenan, belum jadi isu penting. Masalahnya, lebih dua dekade terakhir telah terjadi perubahan drastis pada preferensi konsumen beras. Beras tak lagi dipandang sebagai komoditas homogen, tapi produk heterogen sesuai atribut: rasa, kualitas, varietas, kemasan, dan bahkan brand.

Dominasi penggilingan padi kecil menghambat upaya menekan kehilangan hasil pada tahap pengeringan dan penggilingan, rendemen giling rendah, dan mempersulit peningkatan kualitas beras.

Akibatnya, biaya produksi membengkak dan harga beras mahal. By product (sekam, katul, menir) juga kurang bermutu. Ini membuat industri hilir perberasan, seperti rice bran oil, semen, dan kertas, tidak berkembang seperti di negara-negara lain di Asean. Betapa tidak efisiennya pascapanen padi di Indonesia tampak dari kehilangan saat panen dan pascapanen sebesar 10,82%. Rendemen giling hanya 62,74%, jauh lebih rendah dari Thailand (69,1%) dan Vietnam (66,6%) (Patiwiri, 2016).

Potensi kehilangan hasil padi mulai dari proses pengeringan, penggilingan, dan rendemen giling pada 2018—2019 sebesar 2,75 juta ton gabah kering giling (GKG) per tahun atau setara Rp15,4 triliun (Sawit dan Burhanuddin, 2020). Kehilangan tertinggi terjadi pada tahap pengeringan: Rp5,3 triliun. Ini karena penggilingan padi kecil rerata tak punya dryer.

Dari total kehilangan itu, 80% atau Rp12,32 triliun disumbang oleh penggilingan padi kecil. Bila input usaha tani, seperti pupuk, pestisida, BBM, benih, dan pekerja juga dihitung maka kehilangan 2,75 juta ton GKG pemborosan yang luar biasa.

Kalau potensi kehilangan hasil padi ini bisa ditekan, katakanlah 50%, ada peluang tambahan 0,86 juta ton beras. Apalagi bila bisa ditekan 100% akan ada tambahan 1,72 juta ton beras. Tambahan ini akan mengurangi tekanan dari sisi produksi, yang mestinya naik terus dari tahun ke tahun.

Masalahnya, kenaikan produksi itu tidak terjadi. Periode 2018—2023, produksi beras terus menurun dengan laju -1,82%. Pada 2018 produksi beras mencapai 33,94 juta ton, pada 2023 turun jadi 31,1 juta ton. Di sisi lain, konsumsi naik dari 29,56 juta ton jadi 30,62 juta ton. Akhirnya, surplus beras tahunan pun turun drastis.

Ke depan, pembiaran industri penggilingan seperti selama ini harus diakhiri. Respons pemerintah yang menganggap industri penggilingan saat ini baik-baik saja amat disayangkan.

Ke depan, pertama, industri penggilingan padi harus diperkuat. Caranya, penggilingan padi kecil diintegrasikan dengan penggilingan padi besar agar tak saling kanibal, terutama dalam berebut bahan baku gabah.

Penggilingan besar, terutama milik Bulog, diatur agar bisa menerima beras pecah kulit penggilingan kecil sebagai bahan baku. Penggilingan kecil diberi insentif agar melengkapi diri dengan alat/mesin sehingga mampu menghasilkan beras pecah kulit berkualitas. Kedua, cadangan beras pemerintah yang dikelola Bulog harus diubah dari kualitas medium ke premium. Ini akan memberi insentif penggilingan untuk memproduksi beras berkualitas dengan mengganti alat/mesin.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Khudori

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper