Bisnis.com, JAKARTA - Industri pengolahan tembakau masih menunjukkan laju pertumbuhan positif meski diadang berbagai sentimen negatif kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) hingga RPP Kesehatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan industri tembakau tumbuh sebesar 7,63% year-on-year (yoy) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I/2024.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal, mengatakan ada banyak faktor yang mendorong laju pertumbuhan industri hasil tembakau terhadap PDB.
"Salah satunya itu didorong konsumsi para pengguna rokok/tembakau. Mereka relatif sensitif terhadap kenaikan harga, baik yang disebabkan oleh pengenaan cukai yang tinggi atau yang lain, ini relatif rendah, karena sifatnya adiktif," kata Faisal kepada Bisnis, Minggu (12/5/2024).
Kenaikan tarif cukai yang berimbas pada harga jual rokok melonjak tak serta merta menyurutkan konsumsi masyarakat penggunanya. Alih-alih turun, konsumsi rokok justru bergeser ke produk tembakau yang harganya lebih murah.
Pasalnya, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap rokok sangat tinggi sehingga memicu tren peningkatan konsumsi rokok murah lebih tinggi.
Baca Juga
Hal ini juga yang menjadi sorotan Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, yang menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi rokok murah atau downtrading merupakan fenomena pergeseran konsumsi karena kesenjangan harga yang lebar antar produk rokok.
"Downtrading artinya ada kenaikan [produksi] di golongan bawah, yakni di golongan II," kata Vid.
Menurut dia, jika rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, maka masyarakat bebas untuk mengonsumsi produk dengan harga yang lebih rendah.
Struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) menjadi sorotan lantaran tak merata pada setiap golongan produk sehingga memicu peningkatan konsumsi rokok murah di pasaran.
Sebagai contoh, penjualan rokok putih atau sigaret putih mesin (SPM) yang turun. Hal ini tercerminkan dari pembelian pita cukai Januari 2024 yang turun drastis jika dibandingkan dengan periode tahun lalu yang disebabkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 10% tahun ini.
"Dari data pembelian pita cukai bulan Januari 2023 dibanding bulan Januari 2024 terdapat penurunan pembelian pita cukai sebesar 13,8%," kata Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, kepasa Bisnis, beberapa waktu lalu.
Penurunan produktivitas roko putih tak lain disebabkan pergesereran tren konsumsi masyarakat ke produk rokok yang lebih murah, seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan tarif cukai yang lebih rendah dibandingkan segmen lainnya.