Bisnis.com, JAKARTA - PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) memilih untuk tetap fokus menjaga kinerja operasional dan efisiensi biaya di tengah memanasnya harga batu bara.
Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira mengatakan bahwa saat ini operasional serta efisiensi biaya merupakan hal-hal yang menjadi perhatian perusahaan.
“Harga batu bara bergerak mengikuti siklus dan akan selalu berfluktuasi. Kami akan tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan dan efisiensi biaya,” kata Febriati saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/4/2024).
Febriati menyampaikan, Adaro juga terus berupaya mengembangkan dan mendiversifikasi bisnis untuk meningkatkan kontribusi dari bidang non-batu bara termal.
Salah satunya dengan terus berperan aktif dalam proyek mineral dan energi terbarukan di Indonesia.
“Adaro tetap yakin bahwa fundamental sektor batu bara dan energi di jangka panjang tetap kokoh terutama kepada dukungan aktivitas pembangunan di negara-negara Asia,” ujar Febriati.
Baca Juga
Lebih lanjut, Febriati menuturkan bahwa pihaknya optimistis terhadap prospek masa depan Grup Adaro dan keinginan untuk mendiversifikasi sumber pendapatan.
Sebagai perusahaan penyedia energi nasional, kata Febriati, Adaro ingin berperan penting untuk mendukung transformasi ekonomi Indonesia di antaranya kami mengambil peluang untuk mendukung ekonomi hijau.
“Melalui pilar Adaro Minerals, perusahaan fokus memberikan dukungan terhadap ketersediaan berbagai logam dan mineral yang dibutuhkan oleh ekonomi hijau,” ucapnya.
Adapun, harga batu bara acuan (HBA) untuk batu bara kalori tinggi periode April 2024 mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
HBA untuk batu bara kalori tinggi dalam kesetaraan nilai kalor 6.322 kcal/kg GAR pada April 2024 naik 10,35% ke level US$121,13 per ton, dari sebelumnya US$109,77 per ton pada Maret 2024.
HBA batu bara dengan kesetaraan nilai kalor 4.100 kcal/kg GAR juga menguat ke level US$57,17 per ton. Nilai ini naik dari acuan sebelumnya di level US$56,83 per ton.