Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengungkap potensi kenaikan harga bahan baku obat (BBO) apabila pelemahan rupiah bertahan hingga beberapa bulan ke depan.
Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi mengatakan selisih kurs dolar AS dan rupiah dikisaran 4,5%-5% tidak begitu berdampak terhadap harga BBO. Apalagi, menguatnya dolar baru terjadi di rentang waktu 3 minggu terakhir.
"Memang sekarang ini belum terasa besar dampaknya, tetapi kita wait and see pelemahan rupiah ini akan bertahan lama atau hanya sesaat," ujar Elfiano kepada Bisnis, Rabu (24/4/2024).
Adapun, mata uang rupiah ditutup naik ke level Rp16.155 per dolar AS pada Rabu, (24/4/2024). Elfiano menilai jika kurs rupiah terus berada di level tersebut maka pihaknya mau tak mau menaikkan harga jual produk.
Terlebih, lebih dari 80% bahan baku obat saat ini masih harus diimpor. Industri BBO dalam negeri baru mampu memproduksi 8 dari 10 bahan baku yang digunakan di RI yaitu Parasetamol, Omeprazol, Atorvastatin, Clopidogrel, Amlodipin, Candesartan, Bisoprolol, dan Azitromisin.
"Kalau pelemahan rupiah ini terus berlangsung lama, semakin jauh dengan perkiraan budgeting impor, pengusaha akan melakukan penyesuaian di harga hasil produksi," terangnya.
Baca Juga
Di sisi lain, dia juga khawatir konflik Timur Tengah terus terjadi dan mengganggu rantai pasok BBO dunia. Dia meyakini kondisi ini akan memengaruhi ongkos logistik pengiriman barang dari kawasan Timur Tengah dan Eropa.
Elfiano menghormati langkah pemerintah, dalam hal ini Bank Indonsia, yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Itu yang kita harapkan, pemerintah mengambil kebijakan untuk memperkuat kondisi keuangan indo, nilai rupiah kita semakin kuat. Ini bagian dari intervensi pemerintah, semoga pelemahan rupiah tidak berlangsung lama," terangnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor produk farmasi (HS 30) mengalami kenaikan pada tahun 2023 yang mencapai US$1,24 miliar, lebih tinggi 2,8% dibandingkan sepanjang 2022 senilai US$1,27 miliar.