Bisnis.com, JAKARTA – Google menyatakan telah memberhentikan 28 karyawan karena keterlibatan dalam aksi protes terhadap kontrak layanan cloud perusahaan dengan pemerintah Israel.
Melansir Reuters, Jumat (19/4/2024), induk Google, Alphabet, mengatakan sejumlah karyawan yang melakukan aksi protes masuk dan mengganggu pekerjaan di beberapa lokasi kantor.
"Menghalangi pekerjaan karyawan lain secara fisik dan mencegah mereka mengakses fasilitas kami merupakan pelanggaran yang jelas terhadap kebijakan kami, dan perilaku yang sama sekali tidak dapat diterima," kata perusahaan dalam pernyataannya.
Google mengatakan bahwa mereka telah menyelesaikan investigasi individu, yang menghasilkan pemutusan hubungan kerja terhadap 28 karyawan, dan akan terus menyelidiki dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Dalam pernyataan lain, karyawan Google yang berafiliasi dengan kampanye No Tech for Apartheid menyebut pemecatan ini sebagai tindakan balasan yang mencolok. Mereka mengatakan bahwa beberapa karyawan yang tidak secara langsung berpartisipasi dalam protes pada hari Selasa juga termasuk di antara mereka yang dipecat oleh Google.
"Para pekerja Google memiliki hak untuk memprotes secara damai mengenai syarat dan ketentuan kerja kami," tambah pernyataan karyawan Google.
Baca Juga
Faksi yang melakukan aksi protes mengatakan bahwa Project Nimbus dengan nilai kontrak US$1,2 miliar yang diberikan kepada Google dan Amazon.com pada tahun 2021 untuk memasok layanan cloud kepada pemerintah Israel, mendukung pengembangan alat militer oleh pemerintah Israel.
Dalam pernyataannya, Google menyatakan bahwa kontrak Nimbus tidak ditujukan untuk pekerjaan yang sangat sensitif, rahasia, atau militer yang relevan dengan senjata atau dinas intelijen.
Aksi protes di Google bukanlah hal baru. Pada tahun 2018, para pekerja berhasil mendorong perusahaan untuk menunda kontrak dengan militer AS, Project Maven, yang dimaksudkan untuk menganalisis citra drone udara yang berpotensi digunakan dalam perang.