Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah menjajaki potensi impor minyak mentah alternatif untuk mengantisipasi risiko terganggunya pasokan hingga pelayaran akibat eskalasi konflik Iran-Israel pekan ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, kementeriannya telah memetakan sejumlah kawasan yang relatif tidak tergantung pada pasokan minyak dan garis pelayaran Timur Tengah.
“Kalau kita lihat petanya kita bisa dari beberapa Afrika, kemudian juga dari Amerika Latin, tapi Venezuela disetrap [diembargo AS],” kata Arifin di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Ihwal potensi dari Amerika Latin itu, Arifin memerinci, penjajakan lebih lanjut pembelian minyak mentah bisa ditarik dari Guyana. Sementara itu, impor minyak dari Mozambik dapat menjadi alternatif untuk kawasan di Afrika.
Saat ini, Kementerian ESDM mencatat ketahanan stok atau cadangan bahan bakar minyak (BBM) nasional berada di kisaran 30 hari atau relatif aman.
Adapun, PT Pertamina (Persero) telah berkontrak dengan beberapa pemasok BBM dari luar negeri yang berkomitmen untuk tetap memasok sesuai kontrak.
Baca Juga
Sumber utama impor BBM Pertamina berasal dari Singapura, Malaysia, dan India. Sementara itu, impor LPG Indonesia berasal dari Amerika Serikat dan Timur Tengah. Lalu, pasokan minyak mentah didapat dari Nigeria, Arab Saudi, Angola, dan Gabon.
Kendati relatif aman dari sisi cadangan dan pasokan, pemerintah tengah mewaspadai dampak dari konflik Iran-Israel berkaitan dengan pasokan minyak dunia melalui Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab.
Selat Hormuz menjadi jalur pelayaran vital bagi tanker minyak yang mengangkut sekitar 30% minyak mentah dunia atau sekitar 21 juta barel minyak mentah per hari.
“Memang Pertamina sudah mengambil langkah-langkah pengamanan kalau nanti mengalami kesulitan pasokan terutama dari pengiriman-pengiriman dari daerah konflik,” kata Arifin.
Sebelumnya, Manager Media dan Stakeholder Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan, perseroan tengah mengkaji situasi yang bekembang belakangan ihwal rebound harga minyak serta komponen produksi BBM dalam negeri lainnya.
“Pertamina Patra Niaga me-manage risiko kenaikan biaya akibat pelemahan nilai tukar dengan beberapa mitigasi seperti hedging nilai valas, efisiensi biaya distribusi, mencari sumber LPG dan BBM yang paling optimum,” kata Heppy saat dikonfirmasi, Selasa (16/4/2024).
Heppy mengatakan, perseroan telah memitigasi fluktuasi harga minyak mentah serta komponen produksi BBM lainnya untuk menjaga operasional perusahaan.
“Pertamina Patra Niaga terus berkomitmen untuk menjaga pasokan BBM dan LPG nasional dan menyalurkan LPG dan BBM sesuai kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Kementerian ESDM memproyeksikan subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 kilogram (kg) bakal makin melebar dari asumsi APBN 2024 akibat konflik Iran vs Israel.
Lewat simulasi yang disusun Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero), apabila harga Indonesian Crude Price (ICP) parkir di level US$100 per barel dengan kurs Rp15.900 maka anggaran subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 kg bakal melebar ke Rp356,14 triliun dari pagu yang disiapkan dalam APBN tahun ini.
Perinciannya, subsidi BBM dan kompensasi BBM naik ke level Rp249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 di level Rp160,91 triliun. Sementara itu, subsidi LPG 3 kg naik menjadi Rp106,28 triliun dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp83,27 triliun.
Seperti diketahui, sensitivitas asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) APBN mengikuti pola setiap kenaikan ICP US$1 per barel bakal berdampak pada kenaikan PNBP Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,7 triliun dan kompensasi energi mencapai Rp5,3 triliun.
Sementara, setiap kenaikan kurs rupiah Rp100 per dolar AS bakal berdampak pada PNBP sebesar Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,19 triliun dan kompensasi energi Rp3,89 triliun.