Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Iran-Israel, Harga BBM Bakal Naik? Menteri ESDM Buka Suara

Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan soal nasib harga BBM di Indonesia usai konflik Iran-Israel memanas.
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia tidak akan terkerek naik akibat tren minyak dunia yang bergejolak imbas konflik di timur tengah.

Dia menjamin bahwa hingga saat ini stok BBM di Indonesia masih tergolong aman dan tersedia sehingga tak akan menaikkan harga BBM. Namun, Pemerintah akan tetap melihat perkembangan situasi geopolitik, termasuk dampaknya ke pergerakan harga minyak dunia.

Hal ini disampaikannya usai menghadiri rapat terbatas terkait dengan situasi global akibat konflik Iran-Israel bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejumlah menteri dan Gubernur Bank Indonesia di Istana Negara, Selasa (16/4/2024). 

"Sekarang kami tahan [harga BBM], sementara stok aman. Namun, kami lihat perkembangannya ke depan, ya mudah-mudahan enggak ada eskalasi konflik Iran-Israel," ujarnya kepada wartawan.

Kendati demikian, Arifin melanjutkan bahwa terdapat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tetap menyiapkan skenario antisipatif untuk meredam kondisi apapun yang bisa terjadi imbas memanasnya kondisi geopolitik dunia. 

"Kita harus antisipasi ini melihat skenario yang mungkin terjadi, mengambil alternatif untuk bisa meredam," tuturnya.

Penyebabnya, Arifin menyebutkan bahwa setiap skenario harus dikaji matang lantaran apabila harga minyak dunia naik US$ 1 per barel saja bisa membuat subsidi dan kompensasi BBM membengkak hingga ditaksir mencapai Rp 3,5-4 triliun. 

"Kalau harga minyak naik US$ 1 itu, bisa naik sekitar Rp 3,5 triliun--Rp4 triliun untuk kompensasi dan subsidi. Makanya, kita harus hemat energi, efisiensi energi ini harus terus dicanangkan dikerjain dan diprogramkan," pungkas Arifin. 

Meski begitu, dia mengamini bahwa adalah langkah yang sulit untuk menahan subsidi agar tak membengkak. Mengingat, faktor yang harus dijaga cukup sulit dikendalikan yaitu minyak mentah (crude oil) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. 

“Ini susah, karena itu kan balik ke faktor yang sulit kita kendalikan ya. Harga minyak sama kurs. Jadi, kami harus lakukan satu efisensi apa yang bisa kita lakukan, kemudian alternatif energi apa energi yang bisa kita manfaatkan di dalam negeri untuk bisa menggantikan itu. Dampak [subsidi bengkak] itu bisa kita redam,” pungkas Arifin.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper