Bisnis.com, JAKARTA – Perang Iran-Israel dinilai bisa berisiko membuat subsidi BBM dan LPG di Indonesia jebol seiring dengan kenaikan harga minyak.
Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menegaskan bahwa panasnya situasi antara Iran dan Israel turut berdampak nyata bagi potensi subsidi energi di Indonesia.
Menurutnya, subsidi energi di Indonesia ditaksir akan membengkak apabila kenaikan harga minyak benar-benar terjadi bahkan sampai menyentuh angka US$100 per barel.
Dalam paparannya Tutuka mencatat, apabila harga jual minyak mentah di Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) menyentuh US$ 100 per barel maka subsidi dan kompensasi BBM akan meningkat menjadi Rp249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 yang hanya di angka Rp 160,91 triliun.
Bahkan, dia melanjutkan bahwa untuk subsidi LPG juga diramal membengkak menjadi Rp106,28 triliun dari awalnya Rp83,27 triliun.
"Kami juga telah melakukan simulasi-simulasi dampak ini, dengan berbagai parameter. Mulai dari kurs, ICP, dan faktor eksternal lain bahwa ini loh dampaknya, kemudian ini diharapkan dengan masukan ini bisa diambil keputusan," ujarnya dalam webinar bertajuk Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Senin (15/4/2024).
Baca Juga
Kendati demikian, Tutuka melanjutkan dari sisi ketersediannya sendiri sebenarnya Indonesia sama sekali tidak memiliki riwayat dagang dengan Iran dan hubungan Negara. Sehingga dengan tak adanya hubungan bermasalah, maka dampak terhadap akan ada kasus sulit mendapatkan pasokan minyak yang diimpor masih sebatas prediksi.
Berdasarkan data yang dia sajikan, impor minyak Indonesia mayoritas didapatkan dari Singapura dengan pangsa pasar 56% dan Malaysia dengan pangsa pasar 26,75% yang jauh dari konflik Iran dan Israel. Sisanya dari India, Brunei Darussalam, China, Korea Selatan, Oman, dan Taiwan yang juga jauh dari konflik antara Iran dan Israel.
Hanya saja yang kemungkinan bermasalah adalah impor LPG, mengingat 44,98% impor LPG Indonesia didapatkan dari Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu Israel.
Selain itu, potensi lain yang dapat terjadi, kata Tutuka dari pihak Uni Emirat Arab yang berada di dekat daerah konflik Iran dan Israel. Mengingat, pihanya saat ini tengah mengidentifikasi, apabila ternyata pasokan bermasalah Indonesia akan mencari negara alternatif impor.
"Impor kalau dari Iran itu tidak ada, meskipun kita ada kerja sama tapi akan sulit untuk implementasinya untuk impor migas. Yang jelas kita akan antisipasi untuk daerah yang rawan, pertama kita identifikasi sumber impor kita, bila kena masalah bisa dibelokkan lagi ke mana, ke mana," pungkas Tutuka.