Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti adanya potensi rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) akan melebar pada tahun ini.
Yusuf menjelaskan pada dasarnya, rasio utang sangat dipengaruhi dari kemampuan penerimaan pajak sebagai salah satu sumber pendanaan utama APBN. Sementara belanja negara tahun ini tengah masif, belum termasuk belanja oleh pemerintah masa transisi nanti.
Sementara penerimaan negara melalui perpajakan pada tahun ini diproyeksikan melambat. Seiring dengan sektor komoditas, baik di hulu maupun hilir, yang menjadi pos penerimaan andalan diproyeksikan turut melambat.
Di sisi lain, ekonomi Indonesia yang paling besar disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga juga diramalkan tidak setinggi tahun lalu karena proyeksi dari berbagai lembaga dalam negeri dan internasional juga lebih rendah.
Pasalnya, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini akan mempengaruhi aktivitas perekonomian secara umum dan lebih jauh mempengaruhi kinerja penerimaan pajak.
“Dengan asumsi demikian dan tidak akan ada perubahan asumsi makro di tahun ini maka tentu peluang bertambahnya rasio utang dibandingkan Kondisi di tahun lalu itu terbuka lebar,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Rabu (3/4/2024).
Baca Juga
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membukukan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 39,06% per Februari 2024. Realisasi ini mencatat adanya kenaikan rasio utang dalam dua bulan atau sejak akhir 2023.
Di mana pada periode tersebut rasio utang tercatat di angka 38,59%. Kemudian meningkat pada Januari menjadi 38,75% terhadap PDB, dan terus naik menjadi 39,06% pada Februari.
Peningkatan tersebut juga seiring dengan bertambahnya nilai utang pemerintah. Di mana pada akhir 2023 tercatat sebanyak Rp8.144,69 triliun.
Utang pemerintah per Januari 2024 bertambah menjadi Rp8.253,09 triliun dan pada Februari kembali naik menjadi Rp8.319,22 triliun.
Yusuf menilai pemerintah perlu kerja keras untuk menjaga rasio utang tak lebih dari 40%, sesuai dengan Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2024-2027 di kisaran 40%.
Untuk itu, pemerintah harus mendorong pertumbuhan PDB yang lebih tinggi. Karenanya, rasio utang bisa ditekan berada pada level yang ingin dicapai pemerintah atau tidak lebih dari 40%.
Terlebih, suku bunga acuan saat ini masih tinggi dan akan mempengaruhi pembayaran pokok utang dan bunga utang di masa mendatang.
Meski rasio telah menyentuh lebih dari 39%, Kemenkeu mengklaim masih di bawah batas aman 60% sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 17/2023.
“Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal,” tulis Kemenkeu, dikutip Senin (1/4/2024).