Bisnis.com, JAKARTA — Para ekonom hingga investor tengah menunggu diumumkannya nama calon menteri keuangan yang akan menggantikan Sri Mulyani Indrawati dalam pemerintahan baru.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menyampaikan bahwa kriteria calon menteri keuangan yang dinantikan adalah yang bisa melanjutkan kesinambungan fiskal yang telah dilakukan Menteri Keuangan pada pemerintahan saat ini.
Meski disiplin fiskal dijalankan, pengelolaan keuangan negara yang pengelolaannya di bawah Sri Mulyani tetap bisa fleksibel, dalam hal ini fleksibel dalam merespons krisis yang memang mengharuskan defisit APBN naik di atas batas aman yang ditetapkan dalam perundang-undangan.
Menurutnya, meski diperkirakan akan ada pelonggaran defisit fiskal ke depan dalam rangka membiayai program-program dengan kebutuhan anggaran yang besar, kredibilitas dalam mengelola keuangan negara harus tetap dilanjutkan, terutama agar kepercayaan investor bisa tetap dijaga.
“Pelonggaran harus tetap terukur, jangan dilepas saja, itu salah satu titik kepercayaan global dan investor,” katanya dalam acara diskusi publik, Kamis (26/3/2024).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai salah satu keberhasilan Sri Mulyani sebagai bendahara negara yaitu mendapatkan kepercayaan publik dan investor.
Eko tidak memungkiri terjadinya kenaikan utang yang ditarik secara drastis oleh pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, penarikan utang yang besar salah satunya adalah untuk mendorong pembangunan infrastruktur secara signifikan.
“Secara umum, defisit 3% dalam fase normal, pemerintah tidak melanggar itu, sehingga Indonesia mendapatkan kepercayaan, harapannya berlanjut. Siapapun menteri keuangan harus bisa menjaga kesinambungan fiskal,” katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa tugas menteri keuangan untuk pemerintahan era Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memang tidak mudah.
Pasalnya, Presiden Jokowi sebelumnya tidak banyak menjanjikan program yang bersifat populis. Berbeda dengan Prabowo yang banyak menjanjikan program populis, sehingga dikhawatirkan akan memberikan konsekuensi langsung pada pengelolaan APBN.
“Jadi kalau menteri keuangan tidak tegas, iya-iya saja ke presiden karena program sudah dijanjikan dan kemudian tidak melihat realitas [kemampuan APBN], siap-siap saja akan dikoreksi oleh pasar,” jelasnya.