Bisnis.com, JAKARTA - Pihak berwenang China kini sedang mengkaji peran PricewaterhouseCoopers LLP (PwC) dalam praktik akuntansi China Evergrande Group setelah pengembang dituduh melakukan penipuan sebesar US$78 miliar atau sekitar Rp1.232 triliun.
Regulator sekuritas negara China telah menuduh anak perusahaan utama Evergrande, Hengda Real Estate Group, telah melakukan pengakuan penjualan di muka dan melebih-lebihkan pendapatannya secara masif dalam dua tahun hingga 2020, sebelum gagal bayar Evergrande.
“Ada pertanyaan serius mengenai peran PwC dalam penipuan Evergrande, khususnya apa yang mereka ketahui tentang pengakuan pendapatan yang tidak tepat,” jelas analis di firma riset akuntansi GMT Research Ltd. di Hong Kong, Nigel Stevenson, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (22/3/2024).
Menurut para sumber, para pejabat China kini menyelidiki PwC sambil melanjutkan penyelidikan mereka terhadap pendiri pengembang tersebut, Hui Ka Yan, dan mereka kini menghubungi beberapa mantan akuntan PwC yang menangani audit Evergrande.
Hingga saat ini, belum ada keputusan yang diambil mengenai apakah akan memberikan sanksi terhadap auditor tersebut. Para pejabat juga masih menyelidiki dugaan kejahatan lain terhadap Hui yang ditahan pada tahun lalu.
GMT sebelumnya mempertanyakan keakuratan pelaporan keuangan Evergrande dan menuduh pada Desember 2023 bahwa pengembang mungkin tidak pernah memperoleh keuntungan.
Baca Juga
Adapun, pengungkapan ini juga terjadi ketika PwC sedang dialami masa sulit, menghadapi dampak skandal di bagian lain dari jaringan globalnya dan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari Inggris hingga ke Kanada.
Kemudian, di Australia, selain melakukan PHK, perusahaan juga mendapat kecaman karena membocorkan rencana pajak pemerintah yang bersifat rahasia kepada para klien. Kantornya di Inggris juga terkena denda 5,6 juta poundsterling pada 2023, karena kegagalan dalam pengerjaan pembukuan Babcock International Group Plc.
“Memeriksa salah saji jenis ini adalah salah satu rutinitas audit yang paling mendasar,” terang profesor praktik akuntansi di Universitas Sheffield di Inggris, Richard Murphy.
Lanjutnya, ia berpendapat bahwa risiko terhadap reputasi PwC tidak hanya berlaku di China, namun secara lebih luas dan bersifat sangat nyata.