Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal ungkap tiga persoalan klasik yang kerap terjadi setiap tahunnya dalam pemberian tunjangan hari raya (THR) Keagamaan.
Ketiga persoalan tersebut yaitu perusahaan tidak membayar THR dengan alasan tidak mampu, menunggak pembayaran THR dengan janji-janji tertentu meski kondisi perusahaan dalam kondisi baik, serta mencicil pembayaran THR kepada pekerja. Oleh karena itu, pihaknya memberi rekomendasi kepada pemerintah agar persoalan tersebut dapat diselesaikan.
Pertama, membuat regulasi yang memberikan hukuman sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak membayar THR alih-alih mengenakan sanksi administratif. Sanksi tersebut diharapkan dapat memberi efek jera kepada perusahaan yang tidak membayar THR tepat waktu.
“Misal apabila dua kali berturut-turut perusahaan tidak membayar THR dikenakan sanksi pidana, dan sanksi administrasi diberlakukan jika perusahaan tidak membayar sekali,” kata Said Iqbal dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (20/3/2024).
Kedua, menetapkan batas akhir pembayaran THR adalah 14 hari jelang hari raya keagamaan.
Menurutnya, jika pemberian THR ditetapkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan, banyak perusahaan yang sudah libur sehingga perusahaan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengulur-ulur waktu. Akhirnya, para buruh sudah banyak yang pulang kampung lantaran perusahaan telah meliburkan pekerjanya.
Baca Juga
Said Iqbal mengatakan, bila pembayaran dilakukan H-14 atau H-21, buruh memiliki waktu untuk dapat menggugat atau melaporkan perusahaan yang tidak membayar THR kepada Dinas Ketenagakerjaan atau Posko THR yang didirikan pemerintah meski langkah ini dinilai hanya basa-basi belaka lantaran tidak pernah ditindaklanjuti dan terus terjadi setiap tahunnya.
Terakhir, membentuk Posko Gabungan (Tripartit), tidak hanya di tingkat nasional tapi juga di tingkat kabupaten/kota. Dengan begitu, pengusaha dan serikat pekerja memiliki kewajiban yang sama dengan pemerintah untuk memeriksa pada H-14 jelang hari raya keagamaan, dan melakukan pendekatan sanksi jika perusahaan belum membayar, mencicil, atau menunggak THR H-7.
“Langkah ini bisa mencegah perusahaan-perusahaan nakal yang tidak membayar THR, menunggak THR atau mencicil THR,” ujarnya.
Adapun Partai Buruh telah membentuk Posko Pengaduan bagi pekerja yang sengaja di-PHK dan tidak mendapatkan THR sebagaimana mestinya.
Sejauh ini, kata dia, Partai Buruh mencatat terdapat puluhan ribu buruh yang tidak mendapat THR, termasuk THR yang ditunggak dan dicicil oleh perusahaan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebelumnya telah mengimbau perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya kepada pekerja, yakni memberikan THR Keagamaan.
Perusahaan diminta untuk membayar THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan, dibayar penuh, tanpa dicicil.
Pemerintah akan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang terlambat ataupun tidak membayar THR 2024.
“Ketika itu terlambat dibayar, maka dendanya 5% dari total THR baik itu secara individu ataupun nanti hitungnya per berapa jumlah pekerja yang tidak dibayar,” jelas Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker Haiyani Rumondang dalam konferensi pers di Kantor Kemenaker, Senin (18/3/2024).
Meski telah membayar denda, Ani menuturkan, kewajiban pengusaha untuk membayar denda tidak menghilangkan kewajibannya untuk membayar hak pekerja, yakni THR Keagamaan.
Sanksi kepada perusahaan yang terlambat atau tidak membayar THR kepada pekerja tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan.
Melalui beleid itu, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif kepada pengusaha yang melanggar berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha. Ini tercantum dalam pasal 79.
“Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,” demikian bunyi pasal 79 ayat (2), dikutip Senin (18/3/2024).