Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang batas lapor pajak 2024 pada 31 Maret nanti, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan kinerja penerimaan pajak hingga Februari 2024 mencapai Rp269,02 triliun. Besaran penerimaan pajak ini setara 13,53% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meski demikian, dibandingkan periode lalu nilai ini mengalami penurunan. Sebelumnya, penerimaan pajak pada Januari 2024 mencapai Rp149,25 triliun. Sementara pada Februari mencaai Rp119,77 triliun atau menyusut Rp29,48 triliun secara bulanan.
Capaian ini terkontraksi baik secara tahunan (year-on-year/yoy) maupun bulanan (month-to-month/mtm) yang masing-masing sebesar 3,9% dan 19,75%.
“Februari ini penerimaan kita [Indonesia] lebih rendah dari penerimaan Januari, karena pada Januari ada bonus efek libur nataru yang tidak ada di Februari,” paparnya dalam Rapat Kerja Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, Selasa (19/3/2024).
Meski demikian, Sri Mulyani masih melihat titik terang karena pajak secara bruto (tanpa restitusi) masih lebih tinggi pada tahun ini dibanding periode yang sama pada 2023.
Menurutnya, penerimaan pajak secara bruto ke depannya masih akan terus mencatatkan kinerja positif.
Baca Juga
“Ini menggambarkan bahwa kita masih punya harapan. Ekonomi kita masih berdegup baik dan stabil dan relatif positif, ini mengkontribusikan terhadap penerimaan pajak,” lanjutnya.
Dalam paparannya, Bendahara Negara tersebut memerinci penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) non-migas mencapai Rp147,26 triliun atau mencakup 54,74% dari total penerimaan. Sementara PPh migas mencapai Rp11,25 triliun.
Sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp108,48 triliun, serta penerimaan dari PBB dan Pajak Lainnya senilai Rp2,02 triliun.
Secara umum, utamanya kienrja pajak ditopang oleh pajak karyawan atau PPh Pasal 21, PPN Dalam Negeri, PPN Impor, serta PPh Badan.
“Dari keempat kontributor terbesar dari pajak kita, kita masih melihat bahwa ekonomi kita cukup resilien,” katanya.