Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Pupuk Berisiko Naik Tahun Depan, Produksi Beras Bakal Anjlok?

Peningkatan harga gas berisiko pada kenaikan harga pupuk di 2025. Lantas, apakah hal tersebut bakal turut berdampak pada produksi beras?
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Harga pupuk berisiko naik mulai tahun depan seiring bakal berakhirnya kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT akhir tahun ini. Bagaimana nasib produksi padi di 2025?

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, mengatakan, pupuk subsidi hanya menyumbang sekitar 3,8% dari total biaya produksi padi. Sementara pupuk nonsubsidi menyumbang sekitar 10% dari total biaya produksi padi di petani.

Meskipun diakui peningkatan harga gas berisiko pada kenaikan harga pupuk, tapi dia memandang harga pupuk bukan menjadi parameter dominan dalam menentukan produksi beras secara nasional.

Andreas membeberkan, tiga parameter yang justru memberikan pengaruh signifikan pada produksi beras. Pertama yakni ihwal kesejahteraan petani.

Menurutnya, saat pemerintah bisa menjamin harga gabah di tingkat petani tidak anjlok, kenaikan harga pupuk bukan jadi persoalan. Musababnya, pendapatan petani yang meningkat atas penjualan gabahnya memungkinkan mereka untuk tetap mengakses pupuk meskipun terjadi kenaikan harga.

"Petani pasti akan beli pupuk berapa pun harganya asal tersedia. Produksi tidak akan anjlok selama petani dijamin harga gabahnya," ujar Andreas saat dihubungi, Rabu (6/3/2024).

Parameter kedua yang mempengaruhi produksi beras nasional yaitu anomali iklim. Menurut Andreas, penurunan produksi pada 2023 lebih disebabkan oleh adanya El Nino yang merupakan bagian dari anomali iklim.

"Kalau La Nina biasanya naik [produksi], kalau El Nino biasanya turun [produksi beras]," tuturnya.

Lebih lanjut, dia berujar bahwa parameter lainnya yang menentukan produksi beras nasional adalah tingkat serangan hama dan penyakit padi. 

Kendati begitu, Andreas menekankan bahwa pemerintah agar tetap bijak terhadap harga gas untuk produksi pupuk. Pasalnya, harga gas sebagai bahan baku utama bisa menyumbang 70% dari total biaya produksi pupuk berbasis nitrogen.

"Untuk itu kita tuntut pemerintah agar lebih bijak terkait dengan harga gas karena harga gas untuk industri pupuk di Indonesia itu tertinggi nomor 5 di dunia," kata Andreas.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi mengakui adanya kekhawatiran harga pupuk melonjak pada 2025 seiring kebijakan HGBT yang akan berakhir di akhir tahun ini.

Tanpa kebijakan HGBT, harga gas yang merupakan bahan baku pupuk nitrogen berisiko melonjak hingga menyebabkan terkereknya harga pupuk di pasaran.

"Karena agro input itu sumber ya gas, nah gas ini kebijakan untuk pupuk itu hanya akan berakhir tahun 2024 sehingga availability tetap ada, tapi affordability [keterjangkauan] menjadi pertanyaan," ujar Rahmad dalam acara Indonesia Data and Economic Conference, Selasa (5/3/2024).

Kendati begitu, Rahmad belum bisa memastikan persentasi kenaikan harga pupuk saat kebijakan HGBT disetop. Dia merujuk kejadian pada 2021-2022 saat harga gas melambung tinggi dan pemerintah tidak menetapkan HGBT secara otomatis membuat harga pupuk melonjak signifikan. 

"Harga [pupuk] menjadi tidak pasti karena kan mengikuti pasar. Kita harap kan tidak terjadi begitu, cuma kita harus antisipasi," ucap Rahmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper