Bisnis.com, JAKARTA - Harga pupuk berisiko naik mulai tahun depan seiring bakal berakhirnya kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT pada 2024.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, mengakui adanya kekhawatiran harga pupuk melonjak pada 2025 seiring kebijakan HGBT yang akan berakhir tahun ini.
Tanpa kebijakan HGBT, harga gas yang merupakan bahan baku pupuk nitrogen berisiko melonjak hingga menyebabkan terkereknya harga pupuk di pasaran.
"Karena agro input itu sumber ya gas, nah gas ini kebijakan untuk pupuk itu hanya akan berakhir tahun 2024 sehingga availability tetap ada, tapi affordability [keterjangkauan] menjadi pertanyaan," kata Rahmad dalam acara Indonesia Data and Economic Conference, Selasa (5/3/2024).
Kendati begitu, Rahmad belum bisa memastikan persentase kenaikan harga pupuk saat kebijakan HGBT disetop. Dia merujuk kejadian pada 2021-2022 saat harga gas melambung tinggi dan pemerintah tidak menetapkan HGBT secara otomatis membuat harga pupuk melonjak signifikan.
"Harga [pupuk] menjadi tidak pasti karena kan mengikuti pasar. Kita harap kan tidak terjadi begitu, cuma kita harus antisipasi," ujarnya.
Baca Juga
Dia pun menilai, kebijakan HGBT bisa menjadi buffer untuk harga pupuk Dan mendukung ketahanan pangan nasional. Musababnya, saat kenaikan harga gas melampaui harga komoditas pertanian berisiko menghambat keberlanjutan usaha tani.
"Kalau petani yang harus menanggung pasti mereka akan berhenti tanam, menurut kami HGBT ini harus dilanjutkan untuk memberikan kepastian pada petani supaya harga pupuknya terjaga," jelas Rahmad.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (19/2/2024), Menteri Perindustrian mengirimkan surat B/25/M-IND/IND/I/2024 kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah 2024.
"Namun, periode pemanfaatan peraturan tersebut hanya sampai dengan tahun 2024. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk dapat melanjutkan kebijakan fiskal harga gas bumi tertentu bagi sektor industri," tulis Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dia menilai kebutuhan harga gas bumi yang kompetitif dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam hal ini, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di bidang industri dalam negeri.
"Kami memandang bahwa keberlanjutan peraturan ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap ekonomi nasional," tuturnya.