Bisnis.com, JAKARTA - Australia menyatakan bahwa negara-negara di Indo-Pasifik dan Asia Tenggara menghadapi ancaman pertahanan yang serius dan menyoroti persoalan Laut China Selatan (LCS).
Hal tersebut diungkapkan oleh Australia dalam KTT Khusus Asean-Australia di Melbourne, Senin (4/3/2024), menimbang negaranya yang mengalokasikan lebih banyak dana untuk proyek keamanan maritim dengan dengan negara-negara Asean, selama pertemuan puncak dengan para pemimpin regional di Melbourne.
Adapun, Menteri Luar Negeri Penny Wong mengumumkan pendanaan sebesar A$286,5 juta atau sekitar Rp2,9 triliun untuk berbagai proyek-proyek Asean di berbagai bidang termasuk keamanan maritim, di tengah ketegangan akibat mengingatnya ketegasan China
“Kami menghadapi tindakan yang tidak stabil, provokatif, dan koersif termasuk tindakan tidak aman di laut dan udara,” jelas Wong dalam pidatonya di KTT Khusus Asean-Australia tanpa menyebut China, seperti dikutip dari Reuters pada Senin (4/3/2024).
Ia juga berpendapat bahwa apa yang terjadi di LCS, di selat Taiwan, sub kawasan Mekong, di seluruh Indo-Pasifik berdampak pada kita semua.
Bersama dengan Wong, Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo mengatakan bahwa LCS memiliki kepentingan strategis dan memiliki masa depan yang menjanjikan, jika jika negara-negara di kawasan memutuskan untuk menjunjung tinggi kerja sama dalam menghadapi konfrontasi.
Baca Juga
Filipina juga mengatakan bahwa upaya dalam melawan apa yang mereka sebut sebagai “aktivitas agresif” China di LCS, menjadi titik ketegangan China dan AS seputar operasi kebebasan navigasi.
Sebagai catatan, kedua negara telah memulai patroli laut dan udara gabungan pertama mereka di LCS pada November 2023.
Australia juga telah menjadi tuan rumah pemimpin dan pejabat dari 10 negara anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk sebuah pertemuan puncak dari 4-6 Maret 2024.
China juga mengklaim hampir seluruh LCS, yakni sebuah jalur perdagangan kapal senilai US$3 triliun setiap tahunnya, termasuk sebagian yang diklaim oleh anggota ASEAN, Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Adapun, pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 mengatakan klaim China tidak memiliki dasar hukum.
Kemudian, Asean juga telah melarang para jenderal teratas Myanmar untuk menghadiri pertemuan-pertemuan hingga mereka berkomitmen terhadap rencana perdamaian, dan tidak mengambil tindakan lebih lanjut.
Junta kemudian marah dengan apa yang mereka sebut sebagai campur tangan Asean dalam urusan dalam negerinya.