Bisnis.com, JAKARTA - Babak baru sengketa antara Mitsui & Co Ltd dengan PT PLN (Persero) terkait kepastian divestasi Paiton 3 bisa menjadi preseden yang mencerminkan tingginya ketidakpastian investasi di Indonesia.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, sengketa memanas karena Mitsui berencana menempuh jalan arbitrase atas keputusan PLN yang disebut menunda dan menahan persetujuan rencananya melakukan divestasi saham Paiton 3. Hingga berita ini diturunkan, pihak PLN belum memberikan respon pertanyaan yang diajukan.
Sementara itu, Kepala Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai masalah ini harusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
"Ini sebenarnya aksi korporasi yang umum, dan sepertinya mengikuti prosedur legal yang sejalan dengan aturan dan perjanjian yang ada. Apalagi, rencananya sudah cukup lama. Hanya saja, ini jadi sorotan karena ada informasi yang kurang jelas atas perubahan sikap PLN," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (27/2/2024).
Sekadar info, sebelumnya Mitsui berupaya melepas seluruh sahamnya di Paiton Energy yang mencapai 45,5% sejak medio 2021. Tepatnya kepada RH International Singapore Corporation Pte Ltd (anak usaha dari RATCH Group asal Thailand) sebesar 36,26% dan Medco Daya Energi Sentosa (anak usaha salah satu pemegang saham eksisting Paiton, Medco Daya Abadi Lestari) sebesar 9,25%.
Sesuai Perjanjian Sponsor Perpanjangan (Expansion Sponsors Agreement) yang diteken PLN, Paiton Energy, Mitsui, Nebras Power, dan Medco Daya Abadi Lestari pada medio 2010, rencana aksi divestasi sebenarnya sah dilakukan setelah Tanggal Operasi Komersial.
Baca Juga
Namun, karena Mitsui tidak lagi memiliki lebih dari 50% saham pada Tanggal Operasi Komersial selepas divestasi, perjanjian memang menekankan bahwa pengalihan tersebut tidak akan berlaku kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari PLN.
PLN pun sebenarnya telah mengeluarkan surat persetujuan formal per 26 Juni 2023. PLN juga telah meminta beberapa prasyarat legalitas, salah satunya Perjanjian Novasi.Hanya saja, hingga medio akhir 2023, semua berubah karena PLN tak kunjung meneken Perjanjian Novasi yang telah diberikan, sehingga Mitsui tidak dapat menyelesaikan transaksi.
Alasannya, PLN menyatakan telah membatalkan persetujuannya terdahulu, serta tidak akan lagi menyetujui pengalihan saham Mitsui yang tertunda karena adanya instruksi yang tegas dari pemerintah Indonesia agar PLN tidak menyetujui pengalihan saham Mitsui kecuali satu-satunya penerima pengalihan adalah perusahaan lokal Indonesia.
Oleh sebab itu, Mitsui membela diri dengan menyatakan bahwa tidak ada satu pun ketentuan dalam Perjanjian Sponsor Perpanjangan yang mengizinkan PLN untuk mendesak Mitsui menjual kepentingannya di Paiton kepada suatu perusahaan lokal Indonesia.
Abra sepakat bahwa pemerintah memang punya kompetensi untuk melakukan profiling terhadap kredibilitas, kompetensi, dan kapasitas suatu perusahaan yang akan melakukan bisnis yang berkaitan dengan ketahanan energi nasional.
Namun, kejelasan informasi harusnya menjadi prioritas apabila pemerintah dan PLN memiliki rencana tertentu sehingga mempertimbangkan perubahan sikap terhadap rencana divestasi Paiton 3. Terlebih, Paiton 3 merupakan salah satu pembangkit listrik independen (IPP) penting di Indonesia.
Selain itu, Abra mengingatkan jangan sampai kasus ini menjadi catatan bahwa investasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia dinilai kurang kondusif karena banyaknya ketidakpastian, terutama hambatan-hambatan dalam menjangkau peluang exit strategy di masa depan.
"Harapannya bisa kekeluargaan demi menampilkan wajah investasi yang ramah, terutama di sektor ketenagalistrikan Indonesia. Karena tantangan ke depan sektor ini semakin besar. Apalagi untuk menjaring investor yang akan mengembangkan energi terbarukan," tambahnya.
Sebagai info, apabila divestasi terjadi, nantinya saham Paiton Energy yang sebelumnya dipegang Medco sebesar 28,48% akan menjadi 37,74%. Kemudian, Nebras Power Qatar selaku pemegang saham lama akan tetap sebesar 26%. Sisanya RATCH Group akan memegang 36,26%.
Adapun, sejak dibangun pada 1994, Paiton Energy masih terikat power purchase agreement (PPA) jangka panjang sampai 2042, alias masih 18 tahun apabila dihitung dari tahun ini.