Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Jepang telah tergelincir ke dalam jurang resesi sehingga membuat negara tersebut terlempar dari ekonomi terbesar ketiga di dunia.
Kantor Kabinet Jepang pada Kamis (15/2/2024) melaporkan produk domestik bruto (PDB) secara tahunan telah berkontraksi sebesar 0,4% pada kuartal IV/2023, setelah revisi penurunan sebesar 3,3% pada kuartal sebelumnya.
Adapun, hal ini dinilai tak terduga. Hanya satu dari 34 ekonom yang disurvei yang menunjukkan adanya kontraksi pada kuartal tersebut, dengan konsensus pertumbuhan sebesar 1,1%.
Setelah laporan tersebut dirilis, pasar memperkirakan sekitar 63% kemungkinan Bank of Japan (BOJ) akan menaikkan suku bunga hingga April 2024, turun dari 73% pada hari sebelumnya.
Kemudian, laporan tersebut menunjukan bahwa baik rumah tangga maupun bisnis telah memangkas belanjanya selama tiga kuartal berturut-turut. Hal ini dikarenakan perekonomian Jepang menurun ke peringkat keempat terbesar di dunia pada tahun lalu.
Adapun, posisi perekonomian terbesar ketiga di dunia saat ini telah direbut oleh Jerman.
Baca Juga
Ekonom di Norinchukin Research Takeshi Minami mengatakan bahwa hal ini menjadi tantangan bagi bank sentral Negeri Sakura tersebut.
"Saya rasa ada perasaan bahwa BOJ akan mengakhiri suku bunga negatif di bulan Maret atau April, namun angin utara kini berhembus,” terangnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (15/2).
Ekonom Bloomberg Taro Kimura juga menuturkan bahwa kontraksi mengejutkan pada PDB kuartal IV/2024 menempatkan Jepang dalam resesi teknis dan menimbulkan keraguan kuat terhadap BOJ.
“Apakah Bank of Japan akan menindaklanjuti sinyal yang dikirimkan pada bulan Januari yang menunjukkan kemunduran cepat dari sikap kebijakannya saat ini?” jelasnya.
Data yang baru dirilis tersebut kemudian menggarisbawahi perlunya menjaga kebijakan tetap longgar, dan mencerminkan ketergantungan Jepang pada permintaan eksternal karena permintaan domestik melemah di tengah persistennya inflasi.
Minami juga menjelaskan bahwa inflasi yang tinggi telah mengurangi daya beli konsumen yang menyebabkan lesunya konsumsi. Ia menyebut hal ini sebagai stagflasi ringan.
Tak hanya itu, Kepala ekonom di Itochu Research Institute Atsushi Takeda juga menyampaikan bahwa penurunan konsumsi dinilai sangat mengejutkan, dengan dampak kenaikan harga lebih besar dari perkiraan.
Untuk kedepannya, permintaan eksternal diperkirakan menjadi sumber dukungan pertumbuhan yang kurang diandalkan di tahun ini, lantaran beberapa mitra dagang utama Jepang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang melambat.
Dalam proyeksi triwulanan terbarunya yang dirilis bulan lalu, BOJ menuturkan bahwa perekonomian diproyeksi berada di bawah tekanan yang berasal dari perlambatan laju pemulihan ekonomi luar negeri.