Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, buka-bukaan penyebab terjadinya kelangkaan beras di ritel modern beberapa waktu terakhir.
Para peritel kesulitan mendapatkan beras dari produsen dengan harga yang wajar. Sebab, mayoritas harga beras di tingkat produsen telah melonjak di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di ritel modern yang ditetapkan Rp13.900 per kilogram.
Menurut Bayu fenomena itu menjadi hambatan pasokan beras premium dari produsen ke ritel modern.
Bayu membeberkan, mayoritas harga gabah dan beras di sentra produksi telah melampaui HPP dan HET yang ditetapkan pemerintah. Misalnya saja di Indramayu, kata Bayu, harga gabah kering panen (GKP) di petani telah mencapai level Rp7.350 per kilogram.
Selain itu, harga beras premium Indramayu mencapai Rp15.475 per kilogram. Kondisi serupa juga terjadi di Karawang, Banyumas, Sragen, Ngawi dan Sidrap di Sulawesi Selatan.
"Pada awalnya mungkin produsen yaudah deh jual rugi enggak apa-apa nanti diganti saat panen raya, tapi ini berjalan terus, sudah 8 bulan, kita defisit beras. Itu artinya harga gabah dan beras naik, pengusaha juga mikir dong sampai kapan kita ruginya, kemudian mereka mengurangi pasokan ke ritel modern," ujar Bayu di Kantor Perum Bulog, Selasa (13/2/2024).
Baca Juga
Di sisi lain, Bayu menyebut selama ini hampir 80-90% pasokan beras di ritel modern disuplai dari produsen beras swasta. Keberadaan Bulog di ritel modern lewat beras SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) hanya sekitar 9%.
Dia menyebut, pada Februari hingga Maret alokasi SPHP akan dilipatgandakan bahkan 2,5 kali lipat dari distribusi bulanan secara normal 100.000 ton.
Namun, Bayu mengakui bahwa penyaluran beras SPHP ke ritel modern tidak bisa serta merta dilakukan Bulog tanpa permintaan dari peritel itu sendiri. Sebab, beras SPHP merupakan beras yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP) yang disalurkan menggunakan skema subsidi dengan harga penjualan sesuai HET beras medium Rp10.900 per kilogram.
"Repotnya Bulog itu enggak bisa ngasih [SPHP] kalau enggak diminta [ritel modern]. Kita enggak bisa masuk ke masing-masing gerai ritel, jadi harus lewat pusat distribusi ritel mereka," ungkap Bayu.
Sebelumnya, kekosongan stok beras terjadi sejumlah gerai ritel modern di beberapa wilayah di Jabodetabek. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, membeberkan bahwa kekosongan stok beras terjadi karena adanya lonjakan harga beras dari produsen.
Menurut Roy, harga yang ditawarkan produsen sudah terlampau tinggi di atas HET yang ditetapkan. Namun, aturan HET masih mengikat peritel dalam menjual berasnya. Kondisi itu membuat mereka rugi jika dipaksakan untuk pengadaan beras.
Di sisi lain, Roy mengakui bahwa pasokan beras SPHP dari Bulog juga tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, peritel mendesak pemerintah untuk menjadi wasit untuk mengatur produsen agar tidak menjual beras dengan harga yang terlalu tinggi.
"Beberapa ritel kemarin tidak bisa buka PO beras komersial karena harganya di ujung [produsen] tinggi semua. Itu bisa bikin kita rugi," ujar Roy.