Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan impor KRL China menimbulkan dugaan ketergantungan Indonesia terhadap negeri 'Tirai Bambu' dalam proyek transportasi berbasis rel, termasuk rencana proyek ambisius Kereta Cepat Jakarta - Surabaya.
Peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat menilai adanya keterkaitan antara impor 3 KRL dari China dengan Proyek Kereta Cepat Whoosh. Musababnya, baik kereta cepat maupun impor KRL dilakukan oleh perusahaan yang sama asal China yakni CRRC Sifang Co., Ltd. merupakan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh CRRC.
Adapun, CRRC merupakan badan usaha milik negara (BUMN) China yang diselenggarakan dan diawasi oleh State Assets Supervision Administration Commission (SASAC). Diketahui KAI Commuter mengeluarkan Rp783 miliar untuk mengimpor 3 KRL tipe KCI-SFC120-V dari BUMN China tersebut.
"Kalau saya melihatnya impor 3 KRL dari China berkaitan dengan kerja sama dengan perusahaan yang sama yang membangun kereta cepat. Ini menunjukkan adanya ketergantungan terhadap China," ujar Zulfikar saat dihubungi, dikutip Jumat (9/2/2024).
Bahkan, Zulfikar pun menduga keputusan KAI Commuter memilih impor KRL dari China juga menjadi langkah awal untuk mendukung rencana pemerintah membangun Kereta Cepat Jakarta - Surabaya.
"Bisa jadi juga ini jadi tahapan awal rencana pemerintah Indonesia untuk menggandeng China kembali dalam proyek kereta cepat sampai Surabaya," tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter memastikan keputusan impor KRL baru dari China tidak berkaitan dengan peran CRRC dalam proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) atau Whoosh. Adapun sebanyak 11 set Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan hasil pabrikan CRRC Qingdao Sifang di China.
Vice President Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba menegaskan impor KRL China dilakukan atas dasar kebutuhan untuk pengadaan. Dia membantah, beralihnya impor KRL dari Jepang ke China tidak dipengaruhi oleh siapapun.
"Tidak ada hubungannya [dengan proyek KCJB], ini pure pengadaan. Makanya selalu ada BPKP, LKPP, jadi memang proses pengadaan harus ada pembanding dan tidak ada rekomendasi dari siapapun," ujar Anne dalam konferensi pers, Selasa (6/2/2024).
Dia membeberkan, dalam proses pengadaan impor KRL, KCI telah melalukan penjajakan dengan tiga negara yakni Jepang, Korea dan China. Hanya saja, setelah mempertimbangkan sejumlah spesifikasi teknis dan harga, pihaknya memutuskan untuk mengimpor dari China.
"Dari sisi harga [KRL China] juga cukup kompetitif, berarti manufaktur lain itu lebih tinggi [harganya]. Gitu ya, jadi saya batasi sampai situ," ungkapnya.