Bisnis,com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai konflik geopolitik di Laut Merah yang berkepanjangan akan berdampak terhadap penurunan ekspor tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, konflik ini akan mengganggu kegiatan usaha terutama yang berhubungan dengan pengiriman luar negeri.
Terlebih lagi neraca dagang Indonesia semakin menunjukan penurunan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$36,93 miliar sepanjang 2023, dari surplus US$54,46 miliar pada 2022.
“Kami sih merasa akan terganggu, dan jelas akan ada penurunan. Cuman ya memang kalau lihat dari neraca dagang saja, surplusnya saja sudah semakin menurun,” ujarnya di Cikarang, Rabu (31/1/2024).
Konflik ini memang menyebabkan ongkos logistik kian membengkak lantaran pengiriman harus menempuh jalur memutar via Tanjung Harapan. Meski sudah mulai pulih dari pandemi Covid-19, kondisi geopolitik membuat perekonomian dibayangi ketidakpastian.
Kehadiran Satgas Penanganan Ekspor disebut menjadi langkah awal yang baik dari pemerintah untuk menyelesaikan kendala yang berdampak terhadap iklim usaha. Di satu sisi, Indonesia juga harus bersaing dengan negara lain untuk pasar ekspor.
Baca Juga
Apindo sendiri juga tergabung dalam Satgas Penanganan Ekspor yang berperan untuk memetakan permasalahan yang terjadi, serta mencari solusi paling ampuh.
Perihal ekspor-impor sendiri, Indonesia sudah menggunakan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW). Namun, teknologi ini masih mengalami kendala dalam implementasinya sehingga impor produk juga terganggu.
Beberapa sektor yang disebut mengalami kendala ini adalah industri, otomotif, hingga makanan dan minuman. Dia pun mengingatkan impor akan bahan baku masih diperlukan untuk proses produksi.
“Pada prinsipnya saya rasa ini perbaikan daripada penyempurnaan sistem saja yang harus juga dilakukan,” tuturnya.