Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan merespons pernyataan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong soal penurunan harga nikel.
Luhut Pandjaitan menilai negatif pernyataan yang disampaikan Tom Lembong soal tren penurunan harga nikel dunia dan migrasi pabrikan mobil listrik ke baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP).
Luhut mengatakan tren penurunan harga nikel belakangan ini bagian dari siklus komoditas yang terjadi dalam rentang perdagangan yang relatif panjang.
Siklus komoditas itu menjadi gerak alamiah sisi permintaan dan pasokan komoditas di pasar pada periode dagang yang cukup panjang.
“Anda [Tom Lembong] perlu melihat data panjang 10 tahun, kan anda pebisnis juga, kan siklus dari komoditas itu naik turun. Apa itu batu bara, nikel, timah, emas apa saja,” kata Luhut lewat keterangan video dikutip Kamis (25/1/2024).
Ihwal siklus komoditas itu, Luhut menerangkan, rata-rata harga nikel sejak 2014 berada di kisaran US$15.000 per ton, masih lebih rendah dibandingkan dengan harga sekarang yang relatif diperdagangkan di kisaran US$16.000 per ton.
Baca Juga
Malahan, dia menambahkan, rata-rata nikel dunia pada periode 2014 sampai dengan 2019 berada di kisaran US$12.000 per ton. Saat itu, Indonesia baru memulai kebijakan moratorium ekspor nikel dan pembangunan smelter yang lebih serius.
“Tom harus mengerti kalau harga nikel terlalu tinggi, sangat berbahaya, kita belajar dari kasus Cobalt 3 tahun lalu, harganya begitu tinggi orang akhirnya mencari bentuk baterai lain salah satunya LFP,” kata dia.
Dengan demikian, dia menegaskan, pemerintah tengah mencari keseimbangan harga nikel untuk memastikan teknologi baterai berbasis nikel yang dikembangkan saat ini tetap relevan dengan pabrikan kendaraan listrik sampai beberapa tahun mendatang.
“Kalau kita bikin harga ketinggian orang akan cari alternatif lain, teknologi berkembang sangat cepat kita cari keseimbangan sehingga barang kita masih dibutuhkan sampai beberapa belas tahun ke depan,” ujarnya.
Seperti diketahui, pasar global saat ini tengah mengalami kelebihan pasokan, yang membuat harga nikel turun lebih dari 40% dari tahun lalu. Nikel diperdagangkan di kisaran harga US$16.000 per ton, mendekati level harga terendah sejak 2021.
Penurunan harga tidak lepas dari banjirnya pasokan baru nikel dari Indonesia dalam 2 tahun terakhir. Indonesia berambisi menjadi pusat nikel global dengan menarik investasi miliaran dolar ke industri pengolahan nikel dengan keuntungan tenaga kerja murah, listrik murah, dan bahan mentah yang mudah didapat.
Diberitakan sebelumnya, lewat podcast Total Politik, Tom Lembong mengkritik arah kebijakan hilirisasi nikel pemerintah saat ini mengacu pada tren harga komoditas itu yang terus susut setahun terakhir.
"Harga nikel di seluruh dunia kira-kira sudah turn 30% dalam 12 bulan terakhir. Dan diprediksi tahun depan akan terjadi surplus stok Nikel dunia, terbesar sepanjang sejarah," kata Tom Lembong, 11 Januari 2024 lalu.
Menurut Tom Lembong, keputusan Indonesia membangun banyak smelter akan membanjiri dunia dengan nikel. Imbasnya, harga nikel akan jatuh karena terjadi oversupply.
Pada kesempatan tersebut, Tom Lembong juga mengatakan bahwa 100% mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok sudah tidak menggunakan bateraii nikel melainkan menggunakan LFP.
"Jadi 100 persen mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok menggunakan baterai yang mengandung 0% nikel dan 0% kobalt. Jadi baterainya namanya LFP," ujarnya.