"Lalu kita mau bicara diversifikasi pangan? Mocaf Rp15.000 [per kilogram], sagu Rp30.000 [per kilogram], apalagi kemarin itu porang lebih mahal. Sederhana, pasar hanya mengenal harga dan kualitas," tuturnya.
Merespons hal tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menyebut adanya gandum sebagai alternatif bahan pokok masyarakat menandakan kedaulatan pangan. Diversifikasi pangan dianggap penting.
"Kedaulatan pangan itu kita boleh menentukan makanan kita sendiri. Jadi boleh makan apa aja, makan singkong, keju dan lainnya itu daulat. Karena itu, diversifikasi pangan jadi penting," kata Arief saat dihubungi.
Adapun ihwal importasi gandum yang melonjak, Arief pun punya pandangan sendiri. Menurutnya, impor dan ekspor pangan menjadi suatu aktivitas yang wajar dalam perdagangan antar negara.
"Kalau kita semua sepakat enggak mau makan makanan impor, stop saja impornya kan gitu. Kalau menekan [impor] ya namanya trading itu kan mengeskpor yang kita punya, dan mengimpor yang dia punya. Manusia itu diciptakan untuk bekerja sama," jelasnya.
Dia pun mengaku telah berupaya untuk mendorong konsumsi pangan lokal di masyarakat. Sejumlah program, kata Arief, telah dilakukan Bapanas seperti kampanye pangan lokal, edukasi gizi berimbang dan lainnya.
Baca Juga
Dia menambahkan, urusan impor gandum bukan menjadi ranah kebijakannya. Sebab, rekomendasi impor datang dari kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.
"Kita sudah campign [pangan lokal] ke seluruh Indonesia. Badan pangan gak ngurusin impor gandum lah," imbuhnya.