Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Asosiasi Perusahaan Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) menadah berkah pertumbuhan kinerja industri pengolahan yang mendorong kebutuhan logam dan mesin dalam negeri.
Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan impor barang modal secara kumulatif naik 7,78% menjadi US$39,18 miliar sepanjang Januari-Desember 2023, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$36,35 miliar.
Adapun, mesin/peralatan mekanis dan bagiannya (HS 84) menjadi komoditas utama impor tertinggi dengan nilai US$32,16 miliar sepanjang 2023 atau naik 1,85% dari tahun 2022. Adapun, impor komoditas ini memiliki share 14,49% terhadap total impor 2023.
Chairman of GAMMA Dadang Asikin mengatakan kontributor utama yang menyerap barang modal berupa permesinan yaitu industri nonmigas di sektor energi hingga makanan dan minuman (mamin).
"Barang modal atau mesin ini kebutuhannya akan mengikuti tren dari industri pengolahan atau manufaktur diseluruh sektor, seperti energi pertambangan minyak dan gas, mamin dan indurti manufaktur lainya," ujar Dadang kepada Bisnis, Minggu (21/1/2024).
Tak hanya itu, menurut Dadang, hilirisasi industri juga menjadi pendongkrak kebutuhan dan penyediaan barang modal. Meskipun, sebagian besar bahan bakunya dipenuhi dari impor.
Baca Juga
Dalam hal ini, dia menerangkan, produksi logam sebagai bahan baku mesin maupun peralatan pabrik berbasis static equipment terbilang mencukupi kebutuhan hilirisasi.
"Namun, pada umumnya peralatan tersebut banyak menggunakan bahan bahan baku yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri seperti baja berkekuatan tinggi dan baja khusus," tutur Dadang.
Alhasil, beberapa jenis mesin untuk kebutuhan industri pun masih harus diimpor, seperti mesin berbasis teknologi automatisasi dan robotic.
Menurut Dadang, peningkatan impor barang modal tak melulu mengisyaratkan kemunduran industri. Sebaliknya, impor permesinan yang meningkat mencerminkan kekuatan industri, termasuk manufaktur nasional yang bergeliat.
"Contoh, industri mamin yang merupakan salah satu motor utama pertumbuhan industri pengolahan nonmigas, didukung oleh sumber daya alam berlimpah serta permintaan domestik yang terus meningkat," tuturnya.
Di sisi lain, Dadang menyoroti daya saing produk mesin lokal yang masih rendah dibandingkan dengan mesin-mesin luar negeri. Dengan kualitas lebih tinggi, banyak negara produsen mesin menawarkan harga yang lebih murah.
Kendati demikian, dia melihat potensi subtitusi pengerjaan logam untuk mesin. Hal ini tercerminkan dari penurunan impor barang modal pada Desember 2023 sebesar US$384,2 juta atau turun 10,51% dari bulan sebelumnya.
"Kemampuan subtitusi pengerjaan logam kemungkinan sebagian sudah bisa membantu untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri," imbuhnya.
Sementara itu, penurunan impor barang modal pada Desember 2023 juga dapat berindikasi penurunan produktivitas manufaktur.
"Jika indikasinya diikuti dengan penurunan impor bahan baku ini cukup perlu diwaspadai karena bisa mengindikasikan kegiatan produksi dan ouput pengeluaran cenderung menurun," pungkasnya.