Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Jastip Bikin Negara Rugi, Pemerintah Didesak Bikin Aturan

Aprindo mendesak pemerintah untuk membuat aturan soal bisnis jastip yang dinilai ilegal dan merugikan negara.
Petugas melakukan bongkar muat barang di Terminal Kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas melakukan bongkar muat barang di Terminal Kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah membuat regulasi untuk usaha jasa titipan atau jastip yang menjamur di Indonesia lantaran dinilai ilegal dan merugikan negara.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyampaikan, usaha jastip masuk dalam kategori black market karena masuk ke Indonesia tanpa membayar barang dan bea masuk alias tidak melalui jalur resmi.

“Baju mahal, tas mahal, elektronik mahal dimasukkan ke dalam tasnya, kargonya, seolah-olah barang milik sendiri padahal begitu keluar bandara sudah ada yang ambil dan lewatlah pajaknya,” kata Roy dalam konferensi pers, Kamis (18/1/2024).

Roy menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan orang yang menjalankan bisnis jastip. Hanya saja, usaha jastip perlu diatur mekanisme dan pengawasannya agar tidak merugikan negara serta ritel dalam negeri.

Dia mengungkapkan, barang-barang yang kerap dibawa masuk oleh jastipers ke Tanah Air sebetulnya juga dijual di gerai-gerai peritel. Oleh karena itu, peritel mempertanyakan keputusan pemerintah untuk memperketat impor barang legal, alih-alih mengatur usaha jastip.

Peritel juga pesimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 6% jika pemerintah membiarkan usaha jastip merajalela tanpa adanya pengaturan yang jelas.

“Makanya kita tidak akan [tumbuh] lebih dari 5%, karena tidak ada substansi, malah menggerus yang sudah ada, dan yang ilegal malah semakin marak, merugikan negara tentunya dan juga merugikan pelaku usaha yang resmi,” tuturnya.

Pemerintah beberapa waktu lalu menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Beleid yang mulai berlaku pada 10 Maret 2024 ini diantaranya mengatur kembali penataan kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post-border ke border dan relaksasi atau kemudahan impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Fasilitas impor bahan baku bagi industri pemegang angka pengenal importir-produsen status Authorized Economic Operator dan mitra utama kepabeanan juga diatur dalam beleid ini.

Direktur Impor Kemendag Arif Sulistiyo mengatakan, terbitnya Permendag yang ditetapkan pada 11 Desember 2023 ini merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memperketat impor barang konsumsi dan produk jadi lantaran dinilai bersinggungan dengan industri sejenis di dalam negeri dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.

“Dengan perubahan pengawasan dari post-border ke border, pengetatan juga dilakukan melalui pelarangan dan pembatasan (lartas) impor dari yang semula dipersyaratkan Laporan Surveyor (LS) ke persyaratan berupa Persetujuan Impor (PI) dan LS,” jelas Arief, mengutip laman resmi Kemendag, Kamis (18/1/2024).

Dengan menjamurnya usaha jastip dan adanya kebijakan pengetatan barang impor, asosiasi khawatir produktivitas ritel tergerus akibat pendapatan yang menurun.

“Kalau kita sudah dibatasi dengan persetujuan impor iut, maka kita otomatis tidak bisa meningkatkan produktivitas kita,” pungkas Roy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper