Bisnis.com, JAKARTA - Harga referensi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk periode 16-31 Januari 2024 ditetapkan menjadi U$774,93 per ton. Harga referensi CPO tersebut naik US$28,24 atau 3,78% dari harga referensi pada 1-15 Januari 2024 sebesar US$746,69 per ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso menjelaskan, harga referensi CPO pada paruh kedua tersebut diperoleh dari rata-rata harga selama periode 25 Desember 2023 - 9 Januari 2024 pada bursa CPO Indonesia sebesar US$755,98 per ton, Bursa CPO di Malaysia sebesar US$793,87 per ton, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar US$849,16 per ton.
Merujuk Permendag No.46/2022, apabila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari US$40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median. Dengan begitu, harga referensi bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia.
"Dengan harga referensi CPO yang menjauhi ambang batas US$680 per ton, maka bea keluar CPO untuk paruh kedua Januari 2024 ditetapkan sebesar US$18 per ton dan pungutan ekspor sebesar US$75 per ton," ujar Budi melalui siaran pers, Selasa (16/1/2024).
Lebih lanjut, Budi membeberkan sejumlah faktor yang telah menyebabkan harga referensi CPO naik pada paruh kedua Januari 2024, di antaranya adanya peningkatan harga minyak mentah dunia dan adanya peningkatan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai (soybean oil) akibat munculnya kekhawatiran penurunan pasokan dari Brasil imbas cuaca yang kering.
"Faktor lainnya, yaitu adanya kekhawatiran pengetatan pasokan minyak sawit dari Malaysia dan pelemahan mata uang ringgit Malaysia terhadap dolar AS," ungkap Budi.
Baca Juga
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi ekspor minyak kelapa sawit tahun ini turun di atas 4%.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, penurunan ekspor minyak kelapa sawit pada 2024 disebabkan oleh adanya stagnasi produksi di Indonesia. Di sisi lain, permintaan domestik terhadap minyak kelapa sawit terus meningkat. Dia pun menyebut, peningkatan produksi kelapa sawit Indonesia tahun ini paling banter tidak lebih dari 5%.
"Jika mandatori B35 diperpanjang maka kebutuhan domestik Indonesia bisa mencapai 25 juta ton. Dengan demikian, maka ekspor kelapa sawit di tahun 2024 akan berkurang 4,13% atau hanya sekitar 29 juta ton," ujar Eddy dalam Pakistan Edible Oil Conference, dikutip dalam keterangan resmi, Senin (15/1/2024).
Sementara itu, Ketua Bidang Luar Negeri Gapki Fadhil Hasan mengatakan, selain program mandatori biodiesel, peningkatan konsumsi domestik Indonesia juga terjadi pada produk oleochemical.
Bahkan, sebenarnya penurunan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia telah terjadi sejak 2020. Terutama untuk tujuan ekspor ke China, India, Uni Eropa, Pakistan dan Amerika Serikat. Di sisi lain, Fadhil menyebut produksi kelapa sawit Indonesia telah melandai sejak 2005.