Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$36,93 miliar sepanjang 2023.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menyampaikan bahwa surplus perdagangan yang terus berlanjut hingga 2023 terutama ditopang oleh surplus perdagangan batu bara dan CPO.
Namun demikian, surplus tersebut menyusut karena penurunan harga komoditas di tengah permintaan global yang lemah.
“Melihat cakupan yang lebih luas pada 2023, kami mempertahankan perkiraan defisit transaksi berjalan sebesar 0,4% dari PDB di tahun 2023,” katanya, Senin (15/1/2024).
Pada tahun ini, Faiz memperkirakan defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 1,0% dari PDB.
Hal ini seiring dengan ekonomi global yang melemah, permintaan ekspor yang diperkirakan terus melambat, juga diperburuk oleh penurunan harga komoditas ekspor.
Baca Juga
“Akibatnya, kami memperkirakan defisit transaksi berjalan yang melebar di masa mendatang,” jelas Faiz.
Adapun, BPS mencatat surplus perdagangan pada Desember 2023 mencapai US$3,31 miliar, lebih tinggi US$0,90 miliar dari bulan sebelumnya.
Jika dirincikan, ekspor mengalami penurunan sebesar 5,8% secara tahunan menjadi US$ 22,41 miliar, terutama disebabkan oleh penurunan harga batu bara, CPO, dan nikel.
Ekspor ke China mencatatkan penurunan sebesar 0,32% yoy karena melemahnya permintaan, meskipun ekspor ke mitra utama lainnya mempertahankan momentum positif.
Faiz mengatakan, dinamika ini berkontribusi pada kontraksi ekspor 11,3% yoy sepanjang 2023, dengan total nilai mencapai US$258,82 miliar.
Sejalan dengan itu, impor mengalami kontraksi 3,8% yoy, dengan nilai mencapai US$19,11 miliar pada Desember 2023.
Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan impor barang modal, termasuk mesin, peralatan listrik, dan kendaraan bermotor.
Sepanjang 2023, impor mencatatkan penurunan sebesar 6,6% yoy, dengan total nilai US$221,89 miliar.