Bisnis.com, JAKARTA- Efektivitas penerapan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok kembali dipertanyakan lantaran dinilai tidak sesuai dengan tujuan awalnya yakni menekan konsumsi rokok dan optimalisasi penerimaan negara.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Ahmad Akbar Susamto mengatakan dari segi konsumsi, CHT hanya akan membuat masyarakat beralih ke jenis rokok yang lebih murah. Bahkan, kemunculan rokok ilegal semakin marak.
"Kalau dilihat dari konsumsi rokok itu terus meningkat, prevelensi rokok juga terus meningkat. Jadi, kenapa kok tidak efektif? Menurut saya, dari awal cukai itu tidak untuk menghentikan konsumsi rokok," kata Akbar kepada Bisnis, Rabu (20/12/2023).
Dalam Undang-undang (UU) No. 39/2007 tentang Cukai disebutkan bahwa tujuan pemerintah menerapkan cukai rokk yakni untuk mengendalikan konsumsi rokok yang sekaligus menjadi sumber pendapatan negara.
Namun, dalam penerapannya, CHT justru dominan dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan, alih-alih menjadi instrumen untuk mengatasi konsumsi rokok itu sendiri.
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan cukai rokok pada Januari-Oktober 2023 turun 4,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun, penerimaan CHT periode ini mencapai Rp163,2 triliun.
Baca Juga
"Pemerintah sendiri pun ambigu, kalau mau serius mengendalikan konsumsi rokok ya seharusnya tidak hanya berputar-putar tentang cukai saja," ujarnya.
Di sisi lain, Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet tidak memungkiri bahwa terjadi pengurangan jumlah orang yang merokok di Indonesia. Hal ini dikutipnya dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2022.
Adapun, dalam riset tersebut menunjukkan bahwa persentase orang yang merokok di usia 15 tahun ke atas menurun dari 33,8% pada 2018 menjadi 30,8% pada 2022.
"Apalagi kita tahu bahwa upaya dalam menaikkan cukai rokok juga telah dilakukan pemerintah dalam 5 tahun terakhir, sekali lagi upaya ini tidak terlepas dalam mengurangi dampak eksternalitas negatif dari konsumsi rokok itu sendiri," tuturnya.
Sementara itu, dia menilai kenaikan CHT sebesar 10% pada tahun 2024 akan berdampak signifikan terhadap indsutri tembakau. Hal ini mengingat besaran cukai yang juga melonjak sejak awal tahun 2023.
Menurut Yusuf, cukai rokok memicu kenaikan harga yang berujung pada turunnya permintaan, sehingga pasar industri tembakau akan menyusut dan kompetisi antar pemain semakin menguat.
"Tekanan terhadap profitabilitas pun menjadi lebih kuat. Meskipun harga yang lebih tinggi mungkin bisa mengimbangi sebagian dari volume penjualan yang berkurang, kenaikan cukai yang signifikan akan mereduksi keuntungan secara keseluruhan," terangnya.
Kini, industri hasil tembakau dihadapkan pada tantangan untuk memangkas biaya yang akan berpengaruh pada kualitas produk, inovasi, strategi pemasaran yang akhirnya membatasi daya saing.