Bisnis.com, JAKARTA - Jusuf Kalla mengatakan jika hilirisasi nikel Indonesia 90% dikuasai China. Sementara Indonesia disebut hanya dapat lingkungan yang rusaknya saja.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Jusuf Kalla dalam bincang-bincang bersama Rhenald Kasali yang disiarkan di YouTube.
Mulanya, JK dan Rhenald Kasali membahas hilirisasi yang merupakan program kebanggaan Presiden Joko Widodo.
Jokowi kerap mengatakan bahwa program hilirisasi mampu mendorong kinerja ekonomi Indonesia, bahkan menjadi salah satu yang terbaik di antara negara-negara anggota G20.
Dengan melakukan hilirisasi, nilai ekspor yang berasal dari nikel meningkat berkali lipat.
Benar saja, JK juga sepakat dengan hilirisasi yang memberikan nilai tambah. Apalagi, hilirisasi menurut JK bisa membuat negara semakin maju.
Baca Juga
"Hilirisasi atau secara umum disebut juga industrialisasi merupakan upaya untuk memberikan nilai tambah. Itu harus dilaksanakan seluruh negara untuk memperkuat nilai tambahnya, ekspornya. Semuanya maju karena industri, tidak ada negara yang tidak maju karena industri," kata Jusuf Kalla.
Akan tetapi, mantan Wakil Presiden ke-10 dan 12 tersebut mengatakan bahwa efek dari hilirisasi yang ada saat ini terjadi monopoli dan hanya dikuasai oleh segelintir orang.
"Namun, jangan seperti apa yang digembar-gemborkan dewasa ini, hilirisasi terjadi semacam monopoli dan terlalu memberikan suatu kebebasan kepada sekelompok penguasanya yang hampir semuanya dari China," ujar JK.
Dengan tegas, JK bahkan berani mengatakan jika hilirisasi nikel Indonesia 90% dikuasai oleh China
"Nikel misalnya, kita mempunyai kekayaan nikel terbesar di dunia. Tapi 90% dikelola oleh pengusaha-pengusaha dari China dengan pajak hanya 1%."
"Kemudian memperbolehkan tenaga kerja (China) yang puluhan ribu masuk. Sehingga yang kerja mereka, yang punya mereka, yang membangun mereka dan mereka menguasai hilirisasi itu," katanya.
JK kemudian mengatakan bahwa jika demikian, Indonesia hanya akan mendapatkan kerusakan lingkungan dari program hilirisasi yang digaungkan.
"Kita dapat apa? kita mendapat kerusakan lingkungan yang luar biasa," tutur Jusuf Kalla.