Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS secara tersebar tidak bakal menyebabkan intermitensi terhadap sistem kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara/PLN.
Kesimpulan itu didapat selepas Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) memasang alat piranometer pada 100 lokasi berbeda di Pulau Jawa. Langkah ini merupakan upaya meningkatkan kapasitas terpasang EBT melalui PLTS.
“Kami sudah pasang piranometer, yaitu alat untuk mengukur radiasi di 100 tempat di Pulau Jawa untuk membuktikan apakah betul kalau pasang PLTS intermetensinya akan benar-benar berpengaruh terhadap sistem ketenagalistrikan yang ada di PLN,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana lewat siaran pers, Senin (18/12/2023).
Faktor utama intermitensi pada PLTS, kata Dadan, dipengaruhi oleh faktor cuaca. Oleh karena itu, pemasangan PLTS secara tersebar di lokasi-lokasi strategis diyakini tidak akan menyebabkan intermitensi pada sistem kelistrikan yang ada.
"Kalau di satu tempat pasti akan terganggu dan kami sudah buktikan kalau dipasang 100 lokasi secara tersebar, gak ada itu intermentensinya karena bisa saling mengisi. Kan intermitensi itu bukan disebabkan karena mataharinya berubah-ubah, tapi karena faktor alam yang ada di atmosfer," kata Dadan.
Keakuratan uji teknis ini menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam menggenjot pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat Indonesia.
Baca Juga
"Programnya sudah semakin baik, alatnya sudah semakin akurat. Jadi kita ini sekarang sudah masuk ke masa bahwa tidak ada lagi hal-hal yang kira-kira men-challenge untuk pemanfaatan EBT di dalam negeri. Ada kecualinya, kita tidak ingin hanya menjadi tempat investasi untuk memasang angin, memasang surya, tapi bukan kita yang membuat alatnya dan komponennya,” kata dia.
Seperti diketahui, kapasitas terpasang panel surya di Indonesia hingga akhir 2022 baru berada di level 0,3 gigawatt (GW). Kapasitas setrum panel surya itu terpaut jauh dari torehan Thailand dan Vietnam, masing-masing mencatatkan kapasitas 3,1 GW dan 18,5 GW.
Sementara itu, Indonesia juga masih tertinggal dari Malaysia, Filipina dan Kamboja yang masing-masing mencatatkan kapasitas terpasang 1,9 GW, 1,6 GW dan 0,5 GW per 2022 lalu.
Sementara itu, sebagian pelaku usaha menilai pemerintah perlu mempercepat finalisasi revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap di tengah stagnannya investasi serta kapasitas terpasang setrum dari panel surya selama 1 dekade terakhir.
Chief Commercial Officer SUN Energy Dion Jefferson mengatakan saat ini pelaku industri panel surya belum memiliki kepastian aturan main yang jelas ihwal investasi serta pengembangan panel surya di dalam negeri lantaran revisi beleid yang berlarut-larut.
“Segera memfinalisasi revisi Permen 26/2021 dan diimplementasikan saja. Supaya pelaku industri dan pelanggan mendapat kepastian aturan main PLTS di Indonesia,” kata Dion saat dihubungi, Minggu (12/11/2023).
Selain itu, Dion menambahkan, PLN perlu mempercepat proses lelang proyek-proyek transisi energi seperti Hijaunesia 2023 dan dedieselisasi yang belum juga selesai hingga akhir tahun ini. Menurut dia, molornya lelang dari dua program inisiatif PLN itu turut menjadi faktor stagnannya upaya peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dalam sistem kelistrikan nasional saat ini.