Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengakui masih banyak kapal Indonesia yang melakukan illegal fishing atau penangkapan ikan secara liar.
Dalam monitoring center yang dipaparkan oleh Menteri Trenggono, banyak kapal berbendera Indonesia yang melintas di luar perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Bahkan, ada kapal yang melakukan illegal fishing hingga ke perairan Australia dan Madagaskar.
“Ini satu contoh, coba lihat ujung situ [bagian perairan Australia]. Nah, itu jelas illegal ini. Ini korupsi ini. Karena punya orang, hak orang dicuri. Bahkan kapal kita bisa sampai Madagaskar sana,” ungkap Trenggono dalam Puncak Hakordia KKP 2023, dikutip Rabu (13/12/2023).
Meski kerap menemukan banyak pelanggaran, Trenggono menyebut pihak Australia justru tidak memedulikan hal tersebut. Menurutnya, pemerintah Australia seharusnya komplain ke Indonesia soal illegal fishing.
Pelanggaran yang dilakukan kapal Indonesia tidak berhenti pada illegal fishing saja. Trenggono mengungkapkan, banyak kapal Indonesia yang tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI).
“Dari catatan yang saya terima, lebih dari 80.000 kapal, yang izin hanya 6.000. Yang izin ke Kementerian ini [KKP] hanya 6.000, selebihnya izinnya daerah, selebihnya tidak ada izin. Jadi korupsi semua ini,” tuturnya.
Baca Juga
Meski memiliki izin, lanjut dia, banyak pula yang melakukan penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan perizinan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, mengatur bahwa kapal penangkap ikan berukuran di bawah 30 gross tonnage beroperasi sampai dengan 12 mil laut, dengan izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
Trenggono menyebut, izin daerah tersebut kerap kali disalahgunakan oleh pemain-pemain besar agar bisa mendapatkan izin dengan mudah dan bahan bakar minyak atau BBM subsidi dari pemerintah.
“Rumahnya di Pondok Indah, di PIK, tapi punya 80 kapal di Ambon, punya 70 kapal di Biak. Izinnya izin daerah, murah meriah. Lalu BBM pakai BBM yang disubsidi pemerintah padahal itu haknya nelayan lokal yang pakai 3 GT dan 5 GT,” ungkapnya.
Melihat berbagai pelanggaran itu, pemerintah kemudian menerbitkan PP No.11/2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Kendati telah terbit, Trenggono menyebut aturan ini belum dapat diimplementasikan lantaran perlu perangkat yang memadai dalam menjalankan regulasi tersebut.
“Kita harus memperbaiki mereka. Itulah kemudian keluar PP No.11/2023 yang belum kita jalankan karena untuk menjalankan aturan ini tentu butuh perangkat memadai,” ujarnya.