Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada! Program Populis Capres Bakal Tambah Beban Utang Negara

Program populis capres-cawapres yang berlaga di Pilpres 2024 nyatanya berpotensi menambah beban utang negara. Kok bisa?
Calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kedua kiri), Capres dan Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto (ketiga kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (ketiga kanan), Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo (kedua kanan) dan Mahfud MD (kanan) berfoto bersama dengan menunjukkan nomor hasil undian pada Rapat Pleno Terbuka Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Capres dan Cawapres Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/11).
Calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kedua kiri), Capres dan Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto (ketiga kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (ketiga kanan), Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo (kedua kanan) dan Mahfud MD (kanan) berfoto bersama dengan menunjukkan nomor hasil undian pada Rapat Pleno Terbuka Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Capres dan Cawapres Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/11).

Bisnis.com, JAKARTA – Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menggembar-gemborkan janji-janjinya dalam visi misi dalam kontestasi Pilpres 2024, yang nyatanya berpotensi menambah beban utang negara. Bagaimana bisa? 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan beban utang negara akan semakin meningkat, salah satunya karena program-program populis ketiga paslon. 

Sebagaimana program milik pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang berjanji akan memberikan makan siang gratis dengan alokasi anggaran senilai Rp400 triliun. 

Sementara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD memiliki target penciptaan lapangan pekerjaan, masing-masing 15 juta pekerjaan dan 17 juta pekerjaan. 

“Presiden siapapun yang terpilih, melihat banyak program yang populis, ada yang ngasih makan gratis, ada yang mau menciptakan lapangan kerja, jadi banyak program populis yang akan meningkatkan beban penerbitan utang baru,” ungkapnya, Minggu (10/12/2023). 

Peningkatan utang tersebut akibat anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program-program capres membutuhkan biaya yang cukup besar.  

Salah satunya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan anggaran makan siang Rp400 triliun rencananya bersumber dari realokasi anggaran pendidikan, kesehatan, dan sosial. 

Di sisi lain, Bhima menyampaikan anggaran negara yang memiliki sumber terbesar dari pajak, saat ini kondisinya masih belum optimal.  

Tercatat dari rasio kepatuhan pajak Indonesia saat ini masih rendah, yakni 80%. Persentase tersebut jauh di bawah standar internsional yang ditetapkan sebesar 85%. 

“Penerimaan negara yang ada sekarang, apa lagi tahun depan, penerimaan dari komoditas melandai, yang diandalkan mau tidak mau penambahan utang,” jelas Bhima. 

Seperti halnya roda yang berputar, konsekuensi dari semakin besarnya beban utang, mengharuskan pemerintah untuk mengeruk penerimaan dari pajak semakin dalam.  

Sementara Bhima menilai apabila pemerintah tidak bisa melakukan pembayaran utang dari aktivitas ekspor, pemerintah harus memilih jalan penarikan utang valas yang mengancam stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka panjang. 

 

Utang Negara 2024 Bisa Tembus Rp9.000 Triliun

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky melihat dengan penambahan utang yang terus terjadi setiap tahunnya, utang pemerintah pada 2024 akan mencapai Rp8.900 triliun. 

Dalam paparan posisi utang dan rasio utang atas PDB melalui kanal X @AwalilRizky, terlihat utang mulai meningkat secara signifikan sejak masa Jokowi memimpin. 

Pada 2014, tercatat posisi utang pemerintah di angka Rp2.609 triliun. Awalil juga memproyeksi posisi akhir utang pada 2023 akan mencapai Rp8.200 triliun dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,98%.

Artinya, selama satu dekade kepemimpinan Jokowi, pemerintahannya menarik utang baru hingga Rp6.291 triliun. Awalil membandingkan dengan era SBY, di mana penambahan utang yang terjadi senilai Rp1.309 triliun selama 2004-2014. 

Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) di akhir kepemimpinan SBY juga tercatat lebih rendah, yakni 24,68%. Turun signifikan dari 2004 yang sebesar 56,6%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper