Bisnis.com, JAKARTA - PT Bio Farma (Persero) buka suara atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut perusahaan ini berpotensi rugi sebesar Rp525,18 miliar lantaran masih ada 4,3 juta dosis Vaksin Gotong-royong (VGR) untuk Covid-19 yang belum didistribusikan.
Corporate Secretary Bio Farma Arie Genipa Suhendi menyebut, pihaknya telah mendistribusikan VGR sebanyak 7,46 juta dosis atau 99,51% dari jumlah pembelian awal 7,5 juta dosis hingga Juli 2023.
“Adapun, stok VGR sebanyak 3.208.542 dosis seperti yang dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Tahun 2023 BPK adalah stok yang tercatat per November 2022,” jelas Arie dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (10/12/2023).
Arie menuturkan, dalam mendistribusikan sisa vaksin tersebut, pihaknya telah berkolaborasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Langkah ini sekaligus sebagai tindak lanjut dari rekomendasi BPK.
BPK sebelumnya mengungkapkan, sisa VGR berpotensi membebani keuangan Bio Farma sebesar Rp525,18 miliar.
Perusahaan pelat merah itu dilaporkan tidak mencapai target penjualan VGR sebanyak 7,5 juta dosis lantaran adanya perubahan kebijakan vaksin gratis dari pemerintah.
Baca Juga
“...mengakibatkan VGR tidak diminati dan skema pendistribusian VGR ditunda,” tulis BPK dalam IHPS I/2023, dikutip Minggu (10/12/2023).
BPK mencatat ada sebanyak 3.208.542 dosis VGR yang belum terdistribusi per 30 November 2022. Dosis yang belum terdistribusi itu setara Rp525,18 miliar dan hampir melewati batas kedaluwarsa pada 2023.
“Persediaan VGR yang kedaluwarsa 2023 berpotensi membebani keuangan PT Bio Farma minimal sebesar Rp525,18 miliar,” jelas BPK.
Atas temuan tersebut, BPK meminta direksi Bio Farma untuk berkoordinasi dengan Kemenkes dan Kementerian BUMN untuk melakukan upaya-upaya optimal dalam menyerap VGR, dengan memperhatikan masa kedaluwarsa vaksin tersebut. Dengan begitu, kerugian perusahaan bisa diminimalisir.