Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah saling lempar tanggung jawab terkait dengan penyelesaian utang rafaksi minyak goreng kepada produsen dan peritel yang saat ini masih buntu.
Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan soal pembayaran utang rafaksi seharusnya ditanyakan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai pihak yang memiliki anggarannya.
"Kalau pembayaran ditanyakan ke BPDPKS, kalau belum ada usulan bagaimana," ujar Airlangga saat ditemui di Pertemuan Nasional Petani Sawit Indonesia Apkasindo, kamis (7/12/2023).
Namun, saat dikonfirmasi, Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman mengatakan pihaknya justru masih menunggu laporan hasil verifikasi dari Kementerian Perdagangan. Menurutnya tanpa laporan dari Kemendag, BPDPKS tidak bisa membayarkan klaim rafaksi minyak goreng kepada produsen dan peritel.
"Penyaluran apabila sudah ada hasil verifikasi dari Kementerian Perdagangan, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Kalau tidak ada itu, saya tidak bisa bayar. Duitnya siapa itu saja kuncinya," kata Eddy.
Dia pun membantah, adanya pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di tubuh BPDPKS menjadi penyebab pembayaran utang rafaksi minyak goreng pemerintah kepada produsen dan peritel menjadi terhambat. Eddy menegaskan, dana untuk pembayaran utang rafaksi itu telah disediakan jauh-jauh hari.
"Oh iya [dana tersedia]. Tidak ada kaitannya dengan proses pelayanan. Proses pelayanan tetap jalan terus," ucap Eddy.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (6/12/2023), Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengaku belum mendapatkan surat balasan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sehingga pihaknya belum bisa membahas kelanjutan utang rafaksi minyak goreng.
“Rafaksi kan udah surat [dari Kemenko Polhukam], tapi belum ada jawaban [dari Kemenko Perekonomian],” ujar Zulhas usai menghadiri Peluncuran Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital, Rabu (6/12/2023).
Sebelumnya, Zulhas juga menyebut, prinsip kehati-hatian menjadi alasan Kemendag belum menyerahkan hasil verifikasi data klaim dari Sucofindo kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurutnya, prinsip tersebut dilakukan untuk mencegah adanya pelanggaran hukum dalam proses pembayaran klaim rafaksi. Apalagi, Zulhas menyatakan saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tengah aktif melakukan pemeriksaan di tubuh BPDPKS yang memiliki dana untuk pembayaran utang rafaksi tersebut.
"Sekarang BPDPKS sedang gencar-gencarnya juga diperiksa Kejagung, hampir setiap hari," kata Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR-RI, di kompleks parlemen, Senin (27/11/2023).
BPDPKS selama ini terus menunggu laporan jumlah tagihan hasil audit dari Kemendag. Namun, sejauh ini persoalan perbedaan klaim data menjadi alibi Kemendag dalam menahan pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Adapun, total piutang rafaksi minyak goreng yang diklaim 31 perusahaan ritel di bawah naungan Aprindo kepada pemerintah mencapai Rp344 miliar. Sementara itu, hasil verifikasi surveyor independen yakni PT Sucofindo mencatat total klaim rafaksi minyak goreng sebesar Rp474,8 miliar atau 58,43% dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha termasuk produsen sebesar Rp812,72 miliar.