Bisnis.com, JAKARTA - Duel antara Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa bakal tersaji di World Trade Organization (WTO) untuk sengketa biodiesel hingga baja nirkarat.
Awal mula sengketa biodiesel ini terjadi pada 6 Desember 2018 saat Komisi Uni Eropa menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap produk tersebut dari Indonesia. Langkah perlindungan perdagangan dilakukan berdasarkan petisi yang diajukan oleh European Biodiesel Board (EBB) yang diwakilkan oleh firma hukum Fidal pada 19 Oktober 2018.
Penyelidikan antisubsidi dilakukan Komisi Uni Eropa terhadap impor biodiesel asal Tanah Air dengan mengambil sampel dari lima perusahaan produsen atau pengekspor biodiesel.
Sebelumnya, Benua Biru juga melakukan penyelidikan atas isu yang sama kepada Argentina yang dimulai sejak 31 Januari 2018.
Uni Eropa sempat menolak permintaan pertama Indonesia untuk dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) biodiesel pada 26 Oktober 2023. Uni Eropa bersikeras tindakan mereka dapat dibenarkan terhadap produk biodiesel Indonesia.
Namun, dengan adanya pengajuan pembentukan panel kedua kalinya ini, maka secara otomatis telah terbentuk oleh WTO, terlepas adanya penolakan dari Uni Eropa.
Baca Juga
WTO dalam keterangan resmi di situsnya pada 27 November 2023 menyatakan bahwa DSB telah menyetujui permintaan Indonesia untuk pembentukan panel sengketa guna meninjau bea masuk penyeimbang yang digunakan oleh Uni Eropa atas biodiesel asal Indonesia.
Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Nugraheni Prasetya Hastuti, mengatakan pengajuan kembali pembentukan panel sengketa biodiesel tersebut menjadi upaya pemerintah untuk memperjuangkan akses pasar produk biodiesel Indonesia di pasar Uni Eropa.
Benua Biru itu dianggap diskriminatif terhadap produk biodiesel Indonesia karena dianggap menerima subsidi dari pemerintah dengan pengenaan Bea Masuk Imbalan (BMI) berkisar antara 8%-18% terhitung mulai 29 November 2019.
Adapun, pokok gugatan yang diajukan Indonesia dalam sengketa biodiesel antara lain pertama, isu tuduhan pendanaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dianggap subsidi oleh Komisi Eropa.
Kedua, tuduhan Komisi Eropa terkait dengan adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk penyediaan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Ketiga, perhatian atas penghitungan ancaman kerugian material oleh Komisi Eropa yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures/SCM Agreement).
"Indonesia mengharapkan agar panel segera dibentuk dan sidangpemeriksaan sengketa dapat dilaksanakan pada semester pertama 2024," ujar Nugraheni dalam keterangan resmi, Rabu (29/11/2023).
Kemendag membeberkan seberapa besar peluang Indonesia memenangkan sengketa biodiesel atas Uni Eropa tersebut.