Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) merespons soal aksi boikot produk-produk diduga pro-Israel yang masif terjadi di masyarakat.
Zulhas menuturkan, bahwa pemerintah tidak pernah membuat daftar produk untuk diboikot oleh masyarakat terkait dengan konflik Israel-Palestina. Kendati begitu, dia membebaskan sikap masyarakat yang memang ingin menghindari produk-produk yang diduga pro-Israel tersebut.
"Pemerintah tidak memboikot produk manapun, kalau ada pendapat masyarakat, silahkan saja. Pemerintah tidak ada melarang," ujar Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR-RI, Senin (27/11/2023).
Zulhas yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itupun menegaskan bahwa sikap pemerintah sudah jelas yakni tidak melarang penjualan produk manapun apabila sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Zulhas, aksi boikot produk pro-Israel menjadi hak dari masyarakat.
"Saya kira jelas, terang, tidak abu-abu, kita tidak larang produk manapun selama sesuai ketentuan yang ada," katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (23/11/2023), Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan pemerintah perlu bertanggung jawab untuk memastikan kebenaran kabar di media sosial tersebut.
Baca Juga
"Dengan belum adanya list produk ini, pemerintah harus cepat bertindak, dengan melakukan observasi, yang dibilang produk yang terafiliasi ya pemerintah harus buktikan," tuturnya.
Di sisi lain, apabila produk dengan merek tertentu itu terbukti pro-Israel dan boikot terus dilakukan, justru berdampak pada keberlanjutan industri. Risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi hal yang paling memungkinkan karena adanya penurunan produksi akibat permintaan yang berkurang.
Roy mengaku telah menerima laporan dari sejumlah anggotanya ihwal penurunan penjualan produk tertentu yang dituding pro-Israel oleh media sosial. Bahkan, penjualan produk dengan merek-merek tertentu itu telah merosot 15-20% dalam waktu kurang dari sebulan.
"Ya sudah ada dari anggota kita yang melaporkan, ada sekitar 10 perusahaan ritel mengalami penurunan penjualan. Itu produk yang disebut di sosmed itu sudah turun 15-20% penjualannya," ujarnya saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Anjloknya omzet penjualan produk dengan merek-merek yang dicap pro-Israel oleh media sosial itu, kata Roy, terjadi di ribuan toko dari 10 perusahaan ritel. Kendati dia enggan menyebut nama korporasi ritel yang menderita kerugian tersebut.
Dia pun blak-blakan, penjualan yang merosot akibat aksi boikot membuat proyeksi pertumbuhan kinerja ritel kuartal IV/2023 menjadi lebih rendah dari target sebelumnya. Roy mengatakan, pada awalnya mereka optimistis kinerja ritel dapat tumbuh sekitar 5%-6% pada kuartal IV/2023. Namun, kini ekspektasi itu harus diturunkan menjadi sekitar 3,5% - 4%.
"Jadi secara total full year [sepanjang 2023] mungkin hanya sekitar 4%," ucapnya.