Bisnis.com, JAKARTA - Sinar Mas Agribusiness and Food telah bersiap menghadapi ketentuan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa. Salah satu strategi yang digencarkan, yaitu melalui pelatihan pertanian berkelanjutan bagi petani di dalam rantai pasok mereka melalui program Sawit Terampil.
Head of Supplier Transformation Sinar Mas Agribusiness and Food Fauzan Kurniawan mengatakan, pada dasarnya korporasi telah lama mempersiapkan pelbagai persyaratan dari pasar yang dinamis. Dia menyebut, program Sawit Terampil telah dijalankan jauh sebelum rencana UU Antideforestasi Uni Eropa (EUDR) mencuat.
"Sebenarnya, jauh hari kita sudah mempersiapkan, dalam artian kita punya persyaratan untuk produk yang masuk dalam rantai pasok kita, termasuk buah [tandan buah segar/TBS sawit] dari petani," ujar Fauzan saat ditemui di sela-sela Konferensi Meja Bundar Rountabale on Sustainable Palm Oil (RSPO), dikutip Rabu (22/11/2023).
Fauzan mengatakan, program Sawit Terampil telah menerapkan konsep treacebility [ketelusuran] mulai dari identitas petani, lokasi kebun, cara budidaya yang berprinsip pada good agricultural practices (GAP), hingga detail penanaman dan panen. Korporasi juga telah menerapkan responsible sourcing, spasial monitoring, dan field assesment, termasuk untuk persoalan status bebas deforestasi. Pasalnya, kata Fauzan, salah satu kriteria yang ditetapkan dalam EUDR, yakni treacebility.
"Program Sawit Terampil ini dalam konteks salah satu upaya kita dalam EUDR tadi ataupun persyaratan selain EUDR karena ini [pasar] sangat dinamis," ucapnya.
Head of Smallholders Innovation Department Sinar Mas Agribusiness and Food Helena Lumban Gaol mengatakan, program Sawit Terampil telah dijalankan sejak 2020 di sejumlah wilayah di Aceh dan Sumatra Utara.
Baca Juga
Dia mengeklaim, hingga saat ini korporasi di bawah induk Golden Agri Resources (GAR) itu telah melatih 6.500 petani swadaya melalui program Sawit Terampil. Adapun, sebanyak 270 petani di antaranya telah mengantongi sertifikat RSPO untuk kebun dan praktik pertanian mereka dengan total luasan lahan sawit mencapai 550 hektare.
"Perkumpulan Sejahtera Pelita Nusantara (PSPN), sebuah kelompok yang terdiri dari 270 petani swadaya berbasis di Aceh Utara, merupakan kelompok petani swadaya pertama di bawah program Sawit Terampil yang menerima sertifikasi RSPO," ungkap Helena.
Menurutnya, jumlah petani yang mengantongi sertifikat RSPO akan semakin bertambah. Hal itu seiring target korporasi menggaet 10.000 petani di Subulussalam, Singkil Aceh, Langkat Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Barat masuk dalam program Sawit Terampil pada 2025.
"Perluasan ini sejalan dengan misi perusahaan untuk mendorong transformasi rantai pasokan dan memenuhi persyaratan keberlanjutan global," tuturnya.
Helena menjelaskan, petani binaan mereka dapat meningkatkan kualitas TBS yang dihasilkan. Dengan begitu, produk TBS petani akan lebih berdaya saing dan berdampak pada peningkatan taraf hidup petani.
Musababnya, Helena membeberkan, selama ini banyak petani swadaya cenderung belum menerapkan praktik budidaya yang optimal. Program Sawit Terampil, kata dia, melatih petani untuk mengelola kebun sawitnya secara optimal, mulai dari pemupukan, perawatan hingga panen berdasarkan standar atau kriteria Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk diolah menjadi crude palm oil (CPO).
"Benefit yang paling banyak yang mereka dapat itu bisa menghasilkan buah dengan standar yang bagus dan dibeli dengan harga yang paling tinggi. Peningkatan kualitas buah juga mempengaruhi harga jual mereka," kata Helena.