Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indoensia (APPINA) menolak kebijakan pembatasan dan pelarangan iklan produk tembakau yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari UU No. 17/2023 tentang Kesehatan.
Dalam beleid tersebut, iklan produk tembakau melalui televisi dibatasi yang semula dari jam 21.30 sampai 05.00 menjadi jam 23.00 hingga 13.00. Adapun, di media elektronik dan luar ruang, iklan tersebut dilarang total.
Ketua Umum APPINA, Eka Sugiarto mengatakan pihaknya meminta hak-hak nya untuk melakukan kegiatan promosi produk tembakau melalui industri media tetap dipertahankan. Sebab, produk tembakau merupakan komoditas yang legal.
"Sebagai produk yang legal, produk tembakau itu berhak untuk mengiklankan kepada konsumen dewasa, jadi hal ini lah yang telah dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab sampai dengan saat ini pun, jadi dari regulasi etika pariwara itu semua adalah hal-hal yang kami patuhi," kata Eka, Selasa (21/11/2023).
Eka menuturkan dampak berat dari para pelaku usaha penghasil tembakau akibat adanya RPP Kesehatan. Adapun, dia membeberkan hal tersebut di acara diskusi media "Dampak Berbagai Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Produk Tembakau pada RPP Kesehatan Terhadap Industri Kreatif".
Apalagi, menurutn Eka, iklan tembakau merupakan salah satu kontributor iklan yang cukup besar yang diedarkan diberbagai platform media. Adapun, kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai 20% dari total pendapatan media digital.
Baca Juga
Dari data Dewan Periklanan Indonesia (DPI), iklan produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 triliun dan termasuk dalam 10 besar kontribusi belanja iklan media di Indonesia.
Di sisi lain, iklan produk tembakau berkontribusi sebesar 50% dari pendapatan penyelenggara media luar ruang. Sementara, sebanyak 22% anggota bahkan akan kehilangan pendapatan hampir mencapai 75%.
Sebelumnya, penolakan atas RPP Kesehatan juga digaungkan oleh Dewan Periklanan Indonesia bersama Asosiasi Periklanan dan Industri Kreatif.
Wakil Ketua DPI Janoe Arianto menyampaikan bahwa penolakan tersebut didasari atas keresahan para pelaku industri periklanan dan media kreatif akan dampak negatif pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan bagi industri masing-masing jika aturan tersebut disahkan.
"Utamanya, dampak negatif dari pasal merencanakan pembatasana waktu siaran iklan produk tembakau di televisi," ujar Janoe, dalam kesempatan yang sama.
Dengan demikian, para pemangku kepentingan industri kreatif nasional tegas menolak poin larangan total iklan produk tembakau dengan berbagai pertimbangan untuk dapat ditinjau ulang dan berharap penyusunan RPP Kesehatan dapat dilakukan lebih terbuka dengan melibatkan para pihak yang terdampak atas peraturan yang terkandung di dalamnya.