Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha di industri pengolahan, mulai dari industri keramik hingga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merespons penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024.
Adapun, penetapan UMP dilakukan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. Beleid ini memastikan bahwa UMP 2024 akan naik.
Ketua Umum Asoasisi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan akan mengikuti kebijakan yang berlaku. Kendati demikian, dia meminta penetapan UMP dilakukan dengan berbagai pertimbangan.
"Upah minimum sebaiknya pertimbangkan kondisi riil yang agak menurun dan outlook ekonomi 2024, serta dinamika politik jelang pemilu," kata Yustinus, Selasa (21/11/2023).
Dalam hal ini, dia menuntut pemerintah daerah untuk memperhatikan kondisi industri di wilayah masing-masing. Selain itu, Yustinus berharap kenaikan UMP tidak dilandaskan kepentingan politik.
"Sangat diharapkan pemerintah dapat menjaga suasana tetap kondusif dengan penetapan upah yang realistis," tuturnya.
Baca Juga
Terlebih, AKLP memproyeksi pertumbuhan kinerja industri kaca masih melemah seiring lesunya permintaan. Hal ini pun tercermin dari penurunan impor bahan baku kaca yang turun 7% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023.
Di samping itu, Yustinus menyebutkan saat ini utilitas industri kaca stagnan sejak penggunaan harga gas bumi tertentu (HGBT) belum optimal. Hal ini berpnegaruh pada utilitas industri kaca. Tekanan kenaikan UMP dan HGBT menjadi hal berat bagi industri tersebut.
Di sisi lain, industri TPT mengaku semakin tertekan dengan penetapan UMP 2024 yang mengalami kenaikan. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indnesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan kinerja industri yang masih terus terkontraksi hingga kini membuat kenaikan upah tidak dapat dilakukan.
Redma menyebutkan bahwa berkenaan dengan upah di TPT, antara pengusaha dan karyawan telah memahami kondisi tersebut dan dampaknya terhadap pendapatan yang tersendat.
"Upah naik berapapun sampai minggu ini karyawan yang dirumahkan masih di atas 100.000-an, belum termasuk yang di PHK, putus kontrak dan pengurangan jam kerja," kata Redma, dihubungi terpisah.
Sepanjang 2023, Redma menyampaikan bahwa kinerja industri TPT masih negatif hingga akhir kuartal keempat. Bahkan, untuk 2024 pun pihaknya belum melihat titik terang.
Meski, pemerintah telah memberikan kebijakan untuk melindungi industri, seperti pembatasan impor, namun hal tersebut dinilai belum dapat berjalan optimal.