Bisnis.com, JAKARTA – PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter tengah berburu utang jumbo hingga Rp3,8 triliun yang akan digunakan untuk impor KRL sebagai bagian dari penambahan dan peremajaan kereta.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menjelaskan dana tersebut akan digunakan, baik untuk peremajaan dan retrofit KRL maupun pembelian rangkaian kereta (trainset) baru melalui skema impor dan pengadaan dari PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka.
KAI Commuter akan mengimpor sebanyak 3 trainset baru dengan stamformasi 12 kereta. KRL baru tersebut ditargetkan dapat beroperasi sekitar 2024-2025.
Artinya, KAI Commuter akan mendatangkan sebanyak total 36 kereta dari luar negeri. Meski demikian, Anne masih enggan menyebutkan negara asal trainset yang akan diimpor oleh perusahaan.
Dia mengatakan, KAI Commuter juga tengah bernegosiasi dengan pihak produsen kereta terkait waktu pengiriman, besaran dana, dan lainnya.
Baca Juga
“Saat ini, masih proses pengadaan, nanti akan kami umumkan negara asal [impor kereta], jenis teknologinya setelah proses-prosesnya selesai,” kata Anne, Senin (6/11/2023).
Anne mengatakan perusahaan berupaya mencari pendanaan dari sejumlah sumber dalam upaya penambahan dan peremajaan KRL. Salah satunya, suntikan dana dari induk usaha, yaitu PT Kereta Api Indonesia (KAI) sekitar Rp800 miliar.
Kemudian, perusahaan juga berupaya mencari pinjaman dari bank hingga Rp3,8 triliun. Dia mengatakan, pinjaman tersebut akan berasal dari bank Himbara atau bank pelat merah tanpa menyebutkan bank BUMN yang dimaksud.
“Pinjaman itu maksimal Rp3,6 triliun sampai Rp3,8 triliun, sesuai dengan aset kita," ujarnya.
Selanjutnya, KAI Commuter juga akan mencari pendanaan melalui penyertaan modal negara (PMN) dan juga penyesuaian skema public service obligation atau PSO.
Selain itu, KAI Commuter akan memulai proses retrofit 19 rangkaian kereta dengan PT Industri Kereta Api Indonesia (Persero) atau Inka pada tahun ini. Anne mengatakan, kebutuhan dana untuk retrofit kereta-kereta tersebut adalah sekitar Rp2,23 triliun.
Selanjutnya, kedua pihak juga telah menyepakati kontrak pengadaan 16 trainset KRL yang akan dipenuhi mulai 2025.
Kendati demikian, proses retrofit ini akan berdampak pada turunnya jumlah armada operasional. Meski demikian, dia memastikan KAI Commuter tidak akan mengurangi frekuensi perjalanan kereta per harinya.
“Dalam masa pengadaan impor KRL dan retrofit, kebijakan KCI tidak akan mengurangi frekuensi perjalanan,” kata Anne.
KAI Commuter akan melakukan penyesuaian operasional berupa rekomposisi rangkaian kereta. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah kereta pada satu rangkaian dari yang awalnya 12 kereta menjadi 10 dan 8 kereta.
Rekomposisi rangkaian merupakan salah satu strategi KAI Commuter untuk menyeimbangkan antara upaya mempertahankan frekuensi perjalanan dan menjaga perawatan (maintenance) trainset yang ada tetap sesuai jadwal.
Selain itu, Anne juga memastikan waktu tunggu antarkedatangan kereta atau headway KRL tidak akan bertambah dengan dimulainya proses retrofit. Hal ini seiring dengan perbaikan dan modernisasi prasarana perkeretaapian seperti rel kereta.
Sebelumnya, Direktur Utama KAI Commuter Asdo Artriviyanto memerinci, masing-masing trainset terdiri atas 12 kereta atau gerbong. Sementara itu, biaya retrofit untuk 1 unit kereta atau gerbong adalah Rp9,8 miliar.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, maka biaya yang dibutuhkan untuk meretrofit 1 unit trainset adalah sekitar Rp117,6 miliar. Dengan demikian, 19 unit trainset yang akan diretrofit tersebut akan membutuhkan dana Rp2,23 triliun
“Selisih biayanya separuhnya, kalau yang barunya itu Rp19,8 miliar. Car body-nya memakai yang lama tetapi komponen-komponennya yang baru,” kata Asdo dalam video keterangan pers, dikutip Sabtu (4/11/2023).
Asdo melanjutkan, KAI Commuter akan melakukan proses retrofit sebanyak empat rangkaian pada 2023. Kereta yang diretrofit terdiri dari tiga rangkaian seri Metro 05 dan satu rangkaian seri Metro 6000.
“Proses retrofit ini akan membutuhkan waktu selama 13-15 bulan,” jelas Asdo.