Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Produsen Manufaktur Beralih jadi Importir, Efek Permendag 8/2024?

Pemberlakuan Permendag 8/2024 disebut berefek pada banyaknya produsen manufaktur menjadi importir.
Tumpukan stok dagangan para penjual di Pasar Tanah Abang, Senin (11/9/2023)/Bisnis.com-Crysania Suhartanto
Tumpukan stok dagangan para penjual di Pasar Tanah Abang, Senin (11/9/2023)/Bisnis.com-Crysania Suhartanto

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut dampak dari pemberlakuan relaksasi impor meluas kini berujung pada beralihnya usaha dari produsen manufaktur menjadi pedagang yang mengimpor barang jadi dari luar negeri. 

Kondisi ini disebut merupakan imbas dari penerapan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Pengaturan Impor yang tidak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek) untuk 7 komoditas dari Kemenperin. 

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan beleid tersebut yang membuat barang-barang impor seperti pakaian jadi, alas kaki, kosmetik, tas, obat tradisional dan suplemen kesehatan, serta elektronik membanjiri pasar domestik. 

"Sudah banyak yang terjadi pelaku industri kita ini dalam negeri berubah menjadi pedagang. Nah, ini jangan sampai itu terjadi, kami sampaikan itu dampak dari Permendag 8/2024," kata Febri dalam rilis IKI, Kamis (31/10/2024). 

Febri menuturkan tanpa Pertek, tujuh komoditas tersebut dapat masuk dengan bebas ke pasar domestik. Aturan ini dapat mengancam keberlangsungan industri dalam negeri. 

Apalagi, dia menyebut ada negara produsen manufaktur terbesar yang sedang mengalami oversupply. Sementara, barang-barang dari negara tersebut juga di-banned atau dilarang masuk ke pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. 

"Banjir lah ke Indonesia. Kalau pasar domestik banjir produk impor, termasuk tekstil, itu yang terjadi turun permintaan produk lokal, produksinya turun, akhirnya pelaku industri berpikir ulang karena kalau diteruskan produksinya rugi," jelasnya. 

Tak sedikit dari pelaku industri yang tadinya memproduksi barang saat ini justru memilih untuk menjadi importir barang jadi. Pasalnya, ongkos mengimpor dinilai lebih efisien ketimbang memproduksi sendiri. 

"Banyak itu industri elektronik utilisasi di bawah 40%, itu ya bagi kawan-kawan di pelaku industri lebih menguntungkan impor produk jadi elektronik ketimbang memproduksi," tuturnya. 

Kondisi ini juga yang membuat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur RI mengalami kontraksi 3 bulan beruntun setelah Permendag 8/2024 diberlakukan. Pada September lalu, PMI berada pada level 49,2 naik dari bulan sebelumnya 48,9, sedangkan pada Juli 2024 pada level 49,3. 

"Kami juga menyampaikan bahwa indeks kepercayaan industri Oktober ini atau PMI manufaktur itu bisa lebih tinggi karena belum ada kebijakan yang signifikan mem-boost industri dalam negeri," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper