Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Nikel RI Disebut Habis 6 Tahun Lagi, Ini Kata ESDM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menepis anggapan yang menyebut bahwa cadangan nikel Indonesia menipis.
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menepis anggapan yang menyebut bahwa cadangan nikel Indonesia menipis.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno mengatakan bahwa sampai saat ini, cadangan nikel Indonesia masih berada di angka 5 miliar ton

Angka tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu nikel kadar tinggi (saprolit) sebanyak 3,5 miliar ton dan nikel kadar rendah (limonit) sebanyak 1,5 miliar ton.

“Jadi secara itu masih aman lah [cadangan nikel],” kata Tri Winarno saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Senin (6/11/2023).

Terkait dengan penambahan cadangan nikel, Tri menyebut bahwa pihaknya memiliki mekanisme lelang wilayah untuk memungkinkan menambah cadangan nikel.

Selain itu, pihaknya juga memberikan penawaran kepada lembaga riset untuk melakukan penelitian eksplorasi terkait cadangan nikel. Tri menyampaikan bahwa wilayah Indonesia timur diperkirakan masih menyimpan potensi cadangan nikel yang cukup besar.

“Kalau nikel kan Sulawesi, dan sekitarnya lah,” ucapnya.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM 2021, sumber daya bijih nikel mencapai 17,68 miliar ton dengan cadangan 5,24 miliar ton. Untuk sumber daya logam nikel mencapai 177 juta ton dengan cadangan 57 juta ton.

Dengan besaran sumber daya dan cadangan tersebut, menurut Badan Geologi, umur cadangan nikel saprolite tinggal 15 tahun dan cadangan nikel limonite 34 tahun.

Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia menuturkan bahwa cadangan bijih nikel kadar tinggi di Indonesia mungkin akan habis dalam waktu sekitar 6 tahun. 

Bijih nikel Indonesia yang memiliki kadar tinggi sebesar 1,7% terutama digunakan untuk produksi nickel pig iron (NPI), yakni bahan baku baja tahan karat berisiko mengalami kekurangan bahan. 

Adapun, bijih nikel yang berkadar lebih rendah digunakan untuk membuat produk baterai kendaraan listrik. 

“Pemerintah perlu melakukan upaya pengendalian yang komprehensif terhadap ketahanan cadangan nikel, sehingga dapat mempertahankan strategi hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah,” jelas Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia Meidy Katrin Lengkey di Portugal, seperti dikutip dari Reuters, Senin (30/10/23). 

Sebagaimana diketahui, penambangan dan peleburan nikel telah menjadi bagian utama perekonomian Indonesia. Investasi global senilai miliaran dolar telah mengalir ke Indonesia, setelah pemerintah melarang ekspor bijih yang belum diolah pada 2020. 

Umur dari cadangan bijih mineral sendiri berupa perkiraan. Hal ini karena eksplorasi baru dapat meningkatkan ukurannya, sementara teknologi baru dapat meningkatkan tingkat pengambilannya. 

Lengkey kemudian menuturkan bahwa salah satu solusi untuk Indonesia sendiri adalah mendorong pengolahan bijih nikel kadar rendah di dalam negeri, yang berlangsung selama 80 tahun. 

Dia juga mengingatkan bahwa terdapat wilayah yang belum dijelajahi di Indonesia, yang dapat menghasilkan cadangan lebih banyak. 

Pada 2021, Indonesia mempertimbangkan untuk mengenakan pajak atas ekspor produk NPI untuk mendorong pengembangan industri baterai pada 2021. Namun, rencana tersebut tertunda karena berupaya menciptakan indeks harga nikel. 

Citi kemudian menuturkan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menambah lebih dari separuh nikel dunia dan memproduksi separuh nikel intermediet pada 2023.

“Dengan ketergantungan global yang sangat besar terhadap pasokan dari dalam negeri, terdapat risiko yang mendorong Indonesia untuk menggunakan posisi dominannya untuk berperilaku seperti swing producer secara de facto dengan mengambil tindakan untuk membatasi pasokan,” jelas Citi, dan menuturkan bahwa risiko tersebut meningkat ketika harga lebih rendah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper