Bisnis.com, JAKARTA - The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) tetap optimistis pertumbuhan kinerja industri besi dan baja akan melesat di tengah tantangan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga banjir produk impor.
Chairman IISIA yang juga merupakan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Purwono Widodo mengatakan, gairah optimisme tersebut ditopang keberlanjutan pembangunan infrastruktur yang masih masif di dalam negeri.
"Pertumbuhan industri baja itu dari pertumbuhan ekonomi 5% di tambah sekitar 3-4%," kata Purwono, Senin (6/11/2023).
Pihaknya juga memperkirakan kebutuhan baja nasional akan terus tumbuh hingga mencapai 100 juta ton pada 2045 dengan nilai investasi sebesar US$100 miliar atau Rp1.553 triliun (kurs Rp15.547).
Seiring dengan pesatnya pembangunan infrastruktur, termasuk megaproyek IKN yang diproyeksi membutuhkan 9,5 juta ton hingga rampung, maka kinerja industri baja akan semakin moncer.
Tantangan lain yang tengah dihadapi industri besi dan baja nasional, yakni banjir produk jadi impor yang memicu kapasitas utilitas produksi baja nasional yakni 54%, masih jauh dari target optimal 80%.
Baca Juga
Adapun, IISIA memperkirakan permintaan baja nasional tumbuh 5% (year-on-year/yoy) menjadi 17,9 juta ton hingga Oktober 2023. Sementara itu, produksi dalam negeri masih di angka 14,4 juta ton.
Untuk memenuhi bahan baku baja, Purwono menuturkan, pelaku usaha masih kelimpungan lantaran rantai pasok yang terhambat akibat perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut.
"Dulunya kita kalau cari bahan baku untuk industri baja itu dari Ukraina dan Rusia, dua negara itu memasok bahan baku utama atau baja lembaran di internasional. Begitu perang, kita sulit mendapatkannya," ungkapnya.
Di sisi lain, Purwono menerangkan, dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang dapat berdampak untuk jangka pendek. Menurut dia, pelaku usaha memiliki perhitungan sendiri dalam mengantisipasi kondisi tersebut.
"Biasanya industri baja di Indonesia itu pakai range dalam menjualnya, range kursnya, kalau masih dalam range itu oke lah, artinya mengurangi profit yang tadinya misalnya bisa profit 5% menjadi 2%, tetapi kalau menjadi minus biasanya kemudian diubah, dan itupun tergantung model tipenya," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mendorong pemerintah untuk menjaga iklim investasi industri yang telah berlangsung saat ini. Selain itu, Purwono mewanti-wanti ancaman industri baja nasional dengan banjirnya impor produk jadi dari China.
"Yang harus dijaga investasi yang sudah dilakukan itu dilindungi dari unfair trade yang biasanya dari impor yang dumping, tetapi di dalamnya sendiri kita juga repot kalau pemerintah dengan asosiasi tentunya tidak berhasil untuk mengurangi yang non-standar," ujarnya.
Pasalnya, dia melihat tak sedikit produk baja yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) yang beredar di pasar sehingga menurunkan daya saing industri. Dalam hal ini, dia mendukung langkah Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan pengawasan standar di pabrik.
"Jadi bagaimana penggunaan program yang TKDN, tingkat kandungan dalam negeri itu benar-benar diterapkan. TKDN itu kan dari program penggunaan produk dalam negeri. Jadi tingkat presentasenya itu ditingkatkan," imbuhnya.